Risiko Terselubung Permainan Roblox, Game Anak Tapi Penuh Konten Dewasa

Arintha Widya - Sabtu, 12 Juli 2025
Game Roblox dipenuhi konten dewasa, padahal dibuat untuk anak-anak.
Game Roblox dipenuhi konten dewasa, padahal dibuat untuk anak-anak. NI QIN

Parapuan.co - Roblox dikenal luas sebagai platform game interaktif yang ramah anak, namun sejumlah penelitian dan pengalaman orang tua mengungkap sisi kelam yang tersembunyi di balik tampilannya yang tampak aman. Bahkan, belakangan ini ramah di media sosial penampakan permainan Roblox yang penuh dengan konten dewasa. Ada percakapan hingga tindakan mengarah ke topik seksual di dalamnya.

Dengan lebih dari 85 juta pengguna aktif harian, di mana sekitar 40% di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 13 tahun, Roblox menjadi dunia maya yang sangat populer sekaligus penuh potensi risiko.

Mengapa Roblox Dianggap Berisiko?

Melansir The Guardian, sebuah investigasi terbaru yang dilakukan oleh lembaga ahli perilaku digital Revealing Reality mengungkap bahwa Roblox memiliki "kesenjangan mengkhawatirkan antara tampilan ramah anak dan realitas yang dihadapi anak-anak di platform tersebut".

Penelitian ini dilakukan dengan membuat beberapa akun palsu atas nama anak-anak berusia 5, 9, 10, dan 13 tahun, serta satu akun dewasa. Mereka menemukan hal-hal yang "sangat mengganggu".

"Kami menemukan sesuatu yang sangat mengganggu. Ada kesenjangan mencolok antara tampilan Roblox yang ramah anak dan apa yang sebenarnya dialami anak-anak di sana,"ungkap Revealing Reality dalam laporannya.

Konten Tidak Pantas dan Interaksi dengan Orang Dewasa

Salah satu temuan paling mengkhawatirkan adalah ketika anak-anak berusia lima tahun bisa dan sangat mungkin berinteraksi dengan orang dewasa tanpa sistem verifikasi usia yang memadai.

Meski Roblox menyatakan bahwa akun anak di bawah 13 tahun tidak bisa mengirim pesan langsung ke luar lingkungan permainan, para peneliti tetap menemukan adanya komunikasi yang bisa terjadi, bahkan dengan bahasa kode yang mudah dimengerti oleh predator daring.

Baca Juga: Perlunya Kolaborasi untuk Inklusivitas yang Responsif Gender dan Ramah Anak

Sumber: The Guardian
Penulis:
Editor: Arintha Widya