Parapuan.co - Ketika algoritma SEO (Search Engine Optimization) sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi konten digital, kini para penerbit, jurnalis, pemasar, hingga pemilik toko daring harus menghadapi tantangan baru. Yaitu, bagaimana memastikan konten mereka muncul dalam hasil jawaban yang dihasilkan oleh mesin pencari berbasis AI seperti ChatGPT, Gemini, atau Perplexity.
Fenomena ini kini dikenal sebagai generative search optimization (GSO), atau dalam beberapa istilah lain disebut juga generative engine optimization (GEO) maupun answer engine optimization (AEO). Apa itu GSO, GEO, dan AEO, dan bagaimana cara kerjanya?
Untuk informasi lengkap, simak penjelasan yang dikutip dari Digiday berikut ini!
GSO, GEO, AEO: Apa Bedanya?
Saat ini, belum ada istilah baku yang disepakati secara global. Namun, semua istilah tersebut pada dasarnya mengacu pada hal yang sama, yakni terkait bagaimana konten bisa "terbaca" dan ditampilkan oleh mesin jawaban AI yang tidak lagi mengarahkan pengguna ke tautan, melainkan memberikan jawaban langsung hasil sintesis.
"AI telah secara radikal mengubah makna dari ‘pencarian’, bukan hanya dari segi tampilan dan nuansa, tapi juga dari jenis pertanyaan yang diajukan pengguna," ujar Tom Critchlow, EVP Audience Growth di Raptive, sebuah platform monetisasi kreator.
GSO, dengan kata lain, bukan sekadar soal menaikkan posisi di hasil pencarian Google. Ini tentang bagaimana informasi dari brand atau situs Anda bisa dipahami, disarikan, dan muncul dalam jawaban otomatis dari sistem AI.
Apakah GSO akan Menggantikan SEO?
Tidak juga. SEO tetap penting karena pencarian tradisional masih sangat digunakan. Namun, GSO kini dianggap sebagai langkah strategis tambahan. Seperti dikatakan Edward Cowell, VP Global Organic Practices di Group M, "Duduk diam dan tidak melakukan apapun bukanlah pilihan."
Baca Juga: Cemas Pekerjaanmu Akan Diambil Alih AI? Sudah Saatnya Kuasai Skill Ini
Perbedaan Mendasar SEO vs GSO
Jika SEO tradisional berfokus pada pengoptimalan agar situsmu muncul di halaman pertama pencarian Google dan mendapatkan klik, maka GSO lebih mengarah pada memastikan bahwa brand milikmu disebut dan diwakili secara akurat dalam jawaban yang diberikan oleh AI.
"GSO lebih kepada memahami apa yang terjadi dalam jawaban AI itu sendiri — bagaimana brand Anda ditampilkan, apakah ada tautan kembali ke Anda, apakah AI mengutip Anda dengan benar, dan apakah informasinya akurat," jelas Cowell.
Berbeda dengan crawler mesin pencari tradisional, model bahasa besar (LLM) dan crawler AI masih “cukup kasar” menurut Cowell, karena mereka baru memulai. Banyak AI crawler belum bisa mengakses seluruh konten dari suatu situs, apalagi jika situs tersebut memiliki struktur yang rumit.
Salah satu solusinya adalah mengunggah data mentah situsmu ke dalam file seperti LLMS.txt, yang bekerja kebalikan dari robots.txt. Ini semacam “izin masuk” agar AI bisa membaca kontenmu.
Cara Mengoptimalkan Konten untuk AI
Salah satu tantangan terbesar GSO adalah jenis pertanyaan yang dimasukkan ke dalam mesin AI jauh berbeda dibanding kata kunci pendek yang biasa digunakan di Google. Pengguna AI cenderung menulis prompt atau pertanyaan panjang dan kompleks, yang disebut "long-tail queries".
"Kita hampir tidak punya data tentang jenis pertanyaan panjang ini, dan sangat sulit untuk diprediksi," kata Mollie Ellerton, Kepala SEO di agensi Hookflash. "Saat ini, tidak ada alat Webmaster yang memberi laporan performa di dalam AI Overview. Google tidak memberi data soal itu. Begitu juga dengan ChatGPT. Kita buta."
Adakah Solusi Sementara?
Baca Juga: TikTok Buktikan Serunya Membaca di Era Digital Lewat Konten Media Sosial
Menurut Ellerton, meskipun belum ada solusi sempurna, pendekatan praktis bisa dilakukan, seperti mengamati percakapan yang terjadi di Reddit atau TikTok. "Kita mulai memikirkan bagaimana cara mengumpulkan data dari sana, apa yang orang tanyakan, jenis diskusi apa yang muncul, sehingga kita bisa menyesuaikan konten dengan kebutuhan mereka," ungkapnya.
Dengan memahami bagaimana orang bertanya di platform tersebut, konten kita bisa lebih relevan dan berpotensi dimunculkan oleh AI.
Apakah GSO Merugikan Publisher atau Penerbit?
Inilah dilema yang sedang diperdebatkan. Sebagian publisher menolak mentah-mentah, sebagian lagi melihat ini sebagai peluang. Banyak perusahaan media besar memang telah membuat kesepakatan lisensi dengan perusahaan AI. Tapi bagi situs e-commerce, misalnya, mereka punya insentif lebih besar untuk hadir dalam mesin AI.
"Brand awareness yang tinggi di mesin jawaban AI sangat penting, bahkan jika jumlah klik turun," ujar Cowell. "Kami percaya bahwa nilai dari mereka yang akhirnya mengklik justru akan lebih tinggi. Mereka adalah calon pembeli yang lebih serius."
Publisher Perlu Berhati-hati
Namun, bagi penerbit independen, GSO bisa jadi pedang bermata dua. "Banyak penerbit independen dan kreator konten kini kehilangan klik dari platform AI," kata Critchlow. "Jadi pertanyaannya bukan sekadar ‘bagaimana mengoptimalkan’, tapi lebih kepada ‘apakah kita seharusnya mengoptimalkan untuk platform AI ini?’”
Ia mencontohkan penerbit resep yang kini kehilangan banyak traffic karena AI sering “mengarang” resep sendiri, dan tidak memberi klik kembali ke situs sumber. "Jika Anda menerbitkan konten resep, platform-platform ini tidak layak untuk dioptimalkan," tegasnya.
Menurut Sam Gould, AI Lead dari FT Strategies, publisher harus tetap waspada dan terus mencoba berbagai taktik. "Yang tidak berubah adalah tujuan akhir para penerbit: mempertahankan traffic dan menjangkau audiens. Jadi wajar kalau muncul banyak pertanyaan seputar ‘bagaimana agar konten saya bisa muncul di AI engine?’," ujarnya.
GSO bukan pengganti SEO, tapi evolusi berikutnya. Dalam lanskap digital yang semakin dikuasai oleh AI, mereka yang beradaptasi lebih awal bisa saja mendapatkan keuntungan lebih besar di masa depan, meski dengan risiko dan tantangan yang belum sepenuhnya terpetakan.
Baca Juga: Tips Optimasi SEO agar Situs E-Sport Punya Banyak Pembaca dan Terindeks di Google
(*)