Selain edukasi, penting juga membuka akses terhadap layanan keuangan formal yang ramah perempuan. Bank, koperasi, dan lembaga mikro keuangan perlu memperluas jangkauan dan mempermudah proses bagi kelompok perempuan miskin juga pekerja informal.
Pemerintah juga dapat memperkuat program bantuan sosial berbasis kebutuhan spesifik perempuan, seperti modal usaha mikro tanpa bunga, pelatihan keterampilan berbasis komunitas, dan subsidi untuk keluarga perempuan kepala rumah tangga.
Masih dirangkum dari sumber serupa, beberapa solusi konkret yang bisa ditempuh untuk mencegah perempuan dari jeratan pinjol:
1. Peningkatan Literasi Keuangan: Edukasi tentang pinjol legal dan ilegal, bunga majemuk, hingga pengelolaan utang harus menjadi kurikulum dasar dalam komunitas perempuan.
2. Akses ke Layanan Keuangan Formal: Perluasan jangkauan layanan bank dan koperasi di daerah miskin, serta kemudahan persyaratan untuk perempuan informal.
3. Penguatan Komunitas Perempuan: Kelompok arisan, koperasi, atau UMKM perempuan bisa menjadi ruang solidaritas finansial dan emosional.
4. Skala Prioritas dan Perencanaan Keuangan: Pelatihan untuk membantu perempuan menyusun anggaran, menunda konsumsi, dan menghindari keputusan keuangan tergesa-gesa.
Baca Juga: Ekonomi Bergejolak, Ini 7 Strategi agar Keuangan Rumah Tangga Stabil
5. Perluasan Program Pemerintah: Subsidi dan bantuan untuk kebutuhan spesifik seperti biaya sekolah, modal usaha, dan kesehatan.
6. Pemberdayaan Ekonomi Melalui Kewirausahaan: Pelatihan keterampilan dan akses pasar bagi produk usaha kecil perempuan.
Fenomena pinjol tidak bisa dilihat hanya dari perspektif individu yang ceroboh dalam mengelola keuangan. Hal tersebut merupakan cermin dari ketimpangan sosial, ketidakadilan akses, dan minimnya perlindungan struktural bagi perempuan. Karenanya, solusi pun harus bersifat kolektif dan berkelanjutan.
Jika tidak segera ditangani secara menyeluruh, jerat pinjol bisa menjadi siklus kemiskinan baru yang mewariskan trauma ke generasi berikutnya.Melalui langkah tepat dan kolaborasi lintas sektor, perempuan Indonesia bisa keluar dari pusaran utang ini dan berdiri lebih kuat.
Di tengah semua tantangan, satu hal yang pasti, perempuan tidak butuh dikasihani, tetapi diberdayakan. Melalui literasi, solidaritas, dan dukungan sistemik, mereka bisa menjadi pengelola ekonomi rumah tangga yang tangguh sekaligus penggerak perubahan di komunitasnya.
(*)
Celine Night