Beban Ganda Penyebab Fenomena Pinjaman Online di Kalangan Perempuan

Tim Parapuan - Senin, 5 Mei 2025
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol pada perempuan
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol pada perempuan KASPARS GRINVALDS

Parapuan.co - Di tengah maraknya digitalisasi layanan keuangan, pinjaman online atau pinjol menjelma menjadi solusi instan bagi perempuan yang menghadapi kebutuhan mendesak. Prosesnya mudah, cepat, dan nyaris tanpa hambatan administratif membuat pinjol seolah menjadi solusi. 

Hanya bermodal KTP dan ponsel, seseorang bisa mendapatkan dana dalam hitungan jam. Namun, di balik kemudahannya, terselip jerat yang dalam dan penuh risiko, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan.

Data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan bahwa dari 1.944 pengaduan terkait pinjol yang diterima sejak 2018 hingga 2024, lebih dari 62 persen korbannya adalah perempuan. Fenomena ini mengundang pertanyaan, mengapa perempuan lebih rentan terjerat utang digital?

Perempuan Indonesia, terutama mereka yang berada di wilayah urban miskin dan pedesaan, seringkali memegang peran ganda, sebagai pengatur keuangan rumah tangga sekaligus pencari nafkah tambahan.

Mereka harus mengatur keuangan keluarga di tengah tekanan kebutuhan yang meningkat, mulai dari biaya pendidikan, kesehatan, hingga kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Parapuan pada tahun 2023, sebanyak 22 persen perempuan mengaku tidak pernah mengecek legalitas pinjaman online. 

Tak hanya itu, 30 persen di antaranya pernah terjerat pinjaman online ilegal. Dalam hal ini, masih banyak perempuan dengan tingkat literasi keuangan digital yang rendah, termasuk persoalan pinjol ilegal

Kurangnya literasi digital dan keuangan membuat perempuan lebih rentan terhadap penipuan dan praktik pinjaman yang tidak adil. Tanpa pemahaman memadai tentang cara kerja pinjol, bunga majemuk, dan konsekuensi dari keterlambatan pembayaran, perempuan dapat dengan mudah terjerat dalam siklus utang yang sulit diputus.

Pinjol ilegal yang kerap tidak terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan), seringkali memberlakukan bunga tidak masuk akal, denda berlapis, dan metode penagihan intimidatif. Tak sedikit dari perempuan yang meminjam akhirnya harus gali tutup lubang dengan meminjam dari pinjol lain untuk menutupi utang sebelumnya.

Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Tantangan Keuangan Perempuan Demi Wujudkan Financial Freedom

Seperti halnya yang dirasakan oleh artis Nana Mirdad, ia bercerita pengalamannya diteror oleh debt collector berupa spam WA dan telepon. Nana mengungkapkan bahwa ia tidak pernah berniat menggunakan pinjol, tetapi hanya mengaktifkan paylater untuk kemudahan transaksi dan promo belaka.

Meski bukan terjerat pinjaman online, Nana Mirdad cukup menyesal atas pengalaman tidak mengenakan yang ia alami. Ia juga mengatakan bahwa dirinya harus banyak belajar mengenai sistem-sistem yang ada pada pinjaman online dan paylater. 


Dari pengalaman diatas, perempuan seolah lebih mudah terperangkap. Tidak hanya menghadapi keterbatasan dalam hal literasi finansial, perempuan juga mengalami tekanan budaya dan sosial untuk tetap bisa mengurus keluarga dengan baik, meskipun secara finansial sedang kesulitan.

Sayangnya, tekanan ini tidak datang sendirian. Ketika mereka gagal membayar utang, para penagih kerap menyebarkan data pribadi, menghubungi seluruh kontak di ponsel korban, hingga mempermalukan mereka secara sosial. Hal ini bukan hanya menimbulkan tekanan ekonomi, tetapi juga beban psikologis yang berat.

Stigma sosial terhadap perempuan yang memiliki utang juga masih kuat. Mereka dianggap gagal mengatur rumah tangga, konsumtif, bahkan tidak bertanggung jawab. Padahal kenyataannya, banyak dari mereka justru berjuang keras untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya.

Mengutip Kompas.id, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan beberapa regulasi untuk melindungi masyarakat dari praktik pinjol ilegal. Salah satunya adalah POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Sayangnya, implementasi regulasi ini di lapangan masih menemui banyak kendala, terutama dalam menindak pinjol ilegal yang terus bermunculan.

Organisasi masyarakat sipil dan komunitas perempuan mulai mengambil peran lebih aktif dalam mengedukasi dan mendampingi korban pinjol. Beberapa komunitas bahkan menyediakan layanan konsultasi hukum gratis dan pelatihan keuangan dasar untuk perempuan di daerah terpencil.

Baca Juga: Selain Lacak Pengeluaran, Ini Tips Atur Keuangan Keluarga Saat Semua Serba Mahal

Langkah-langkah semacam ini penting, tetapi masih belum cukup. Masih dibutuhkan pendekatan sistemik yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, swasta, media, dan masyarakat sipil untuk membangun ekosistem finansial aman bagi perempuan.

Selain edukasi, penting juga membuka akses terhadap layanan keuangan formal yang ramah perempuan. Bank, koperasi, dan lembaga mikro keuangan perlu memperluas jangkauan dan mempermudah proses bagi kelompok perempuan miskin juga pekerja informal.

Pemerintah juga dapat memperkuat program bantuan sosial berbasis kebutuhan spesifik perempuan, seperti modal usaha mikro tanpa bunga, pelatihan keterampilan berbasis komunitas, dan subsidi untuk keluarga perempuan kepala rumah tangga.

Masih dirangkum dari sumber serupa, beberapa solusi konkret yang bisa ditempuh untuk mencegah perempuan dari jeratan pinjol: 

1. Peningkatan Literasi Keuangan: Edukasi tentang pinjol legal dan ilegal, bunga majemuk, hingga pengelolaan utang harus menjadi kurikulum dasar dalam komunitas perempuan.

2. Akses ke Layanan Keuangan Formal: Perluasan jangkauan layanan bank dan koperasi di daerah miskin, serta kemudahan persyaratan untuk perempuan informal.

3. Penguatan Komunitas Perempuan: Kelompok arisan, koperasi, atau UMKM perempuan bisa menjadi ruang solidaritas finansial dan emosional.

4. Skala Prioritas dan Perencanaan Keuangan: Pelatihan untuk membantu perempuan menyusun anggaran, menunda konsumsi, dan menghindari keputusan keuangan tergesa-gesa.

Baca Juga: Ekonomi Bergejolak, Ini 7 Strategi agar Keuangan Rumah Tangga Stabil 


5. Perluasan Program Pemerintah: 
Subsidi dan bantuan untuk kebutuhan spesifik seperti biaya sekolah, modal usaha, dan kesehatan.

6. Pemberdayaan Ekonomi Melalui Kewirausahaan: Pelatihan keterampilan dan akses pasar bagi produk usaha kecil perempuan.

Fenomena pinjol tidak bisa dilihat hanya dari perspektif individu yang ceroboh dalam mengelola keuangan. Hal tersebut merupakan cermin dari ketimpangan sosial, ketidakadilan akses, dan minimnya perlindungan struktural bagi perempuan. Karenanya, solusi pun harus bersifat kolektif dan berkelanjutan.

Jika tidak segera ditangani secara menyeluruh, jerat pinjol bisa menjadi siklus kemiskinan baru yang mewariskan trauma ke generasi berikutnya.Melalui langkah tepat dan kolaborasi lintas sektor, perempuan Indonesia bisa keluar dari pusaran utang ini dan berdiri lebih kuat.

Di tengah semua tantangan, satu hal yang pasti, perempuan tidak butuh dikasihani, tetapi diberdayakan. Melalui literasi, solidaritas, dan dukungan sistemik, mereka bisa menjadi pengelola ekonomi rumah tangga yang tangguh sekaligus penggerak perubahan di komunitasnya.

(*)

Celine Night