Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Hari Kartini sebagai Simbol Harapan untuk Anak-Anak Perempuan Kini dan Nanti

Arintha Widya - Senin, 21 April 2025
Hari Kartini sebagai simbol harapan untuk anak-anak perempuan Indonesia.
Hari Kartini sebagai simbol harapan untuk anak-anak perempuan Indonesia. Freepik

Parapuan.co - Setiap tanggal 21 April, hampir seluruh masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan terhadap Raden Ajeng Kartini, pelopor emansipasi perempuan di Indonesia.

Bahkan di sekolah-sekolah, para siswa mengenakan pakaian kebaya untuk merayakan Hari Kartini. Di kantor-kantor pun, tak jarang dilakukan hal yang sama, diikuti dengan berbagai acara dan perlombaan layaknya momen tujuh belasan.

Namun, pernahkah kita sebagai perempuan benar-benar memaknai apa itu Hari Kartini? Apakah Hari Kartini hanya sebuah perayaan akan kesetaraan gender semata? Mestinya lebih dari itu.

Lebih dari sekadar perayaan, tanggal 21 April perlu menjadi simbol harapan bagi anak-anak perempuan untuk meraih masa depan yang lebih baik.​

Apa yang Kartini Perjuangkan Semasa Hidup?

Mengutip informasi yang dirangkum Kompas.com, berikut ini hal-hal yang diperjuangkan R.A. Kartini yang tertuang pula dalam surat-suratnya:

1. Pendidikan bagi Perempuan

Kartini menyoroti ketidakadilan dalam akses pendidikan bagi perempuan di masanya. Hanya perempuan bangsawan yang bisa sekolah, sementara perempuan biasa dianggap melanggar adat jika menuntut ilmu.

"Kami, gadis-gadis masih terikat oleh adat-istiadat lama dan sedikit sekali memperoleh kebahagiaan dari kemajuan pengajaran. Untuk keluar rumah sehari-hari dan mendapat pelajaran di sekolah saja sudah dianggap melanggar adat." - (Surat kepada Stella Zeehandelaar, 25 Mei 1899)

Baca Juga: Kunci Wujudkan Kesetaraan Gender dalam Misi Accelerate Action Hari Perempuan Internasional

Kartini tidak ingin pendidikan membuat orang Jawa menjadi seperti bangsa lain, tapi justru memperkaya nilai-nilai yang sudah ada:

"Dengan pendidikan yang bebas itu, cita-cita kami ialah memberikan kepada mereka juga, sifat-sifat yang bagus yang ada pada bangsa-bangsa lain, bukanlah akan mengalangkan sifat-sifatnya sendiri itu, melainkan akan memperbaiki dan memperbagusnya." - (Surat kepada Nyonya Nellie van Kol, Agustus 1901)

Pada Juni 1903, Kartini mendirikan sekolah perempuan di Jepara. Namun, perjuangannya terhenti setelah menikah dan meninggal dunia pada 17 September 1904, hanya beberapa hari setelah melahirkan.

2. Perempuan Tidak Dipandang Rendah

Kartini gelisah dengan budaya yang selalu mengunggulkan anak laki-laki dan merendahkan anak perempuan:

"Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan, akan ku didik, ku bentuk jadi manusia dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan ku buangkan adat kebiasaan yang buruk, yang melebih-lebihkan anak laki-laki daripada anak perempuan." - (Surat kepada Stella Zeehandelaar, 23 Agustus 1900)

Ia menekankan pentingnya pendidikan yang setara, tidak hanya bagi laki-laki tetapi juga perempuan:

"Anakku, laki-laki maupun perempuan, akan aku ajar, supaya menghargai dan pandang-memandang sama rata, makhluk yang sama dan didikannya akan kusamakan benar, yakni tentu saja masing-masing menurut kodrat kecakapannya."

3. Perempuan Berhak Bebas dan Punya Kesempatan Setara

Baca Juga: Mendukung Sesama Perempuan Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Rumah Tangga

Kartini mengalami langsung bagaimana perempuan dikurung dan dipisahkan dari dunia luar hanya karena belum menikah:

"Ketika saya berusia 12 tahun, saya dikurung di dalam rumah, saya mesti masuk kurungan. Saya dikurung di dalam rumah seorang diri, sunyi-senyap terasing dari dunia luar. Saya tidak boleh keluar dunia itu lagi, bila tidak disertai oleh suami."

Kartini menolak pandangan bahwa perempuan hanya cocok untuk urusan dapur, kasur, dan sumur. Ia juga menyuarakan ketidaksetaraan dalam strategi pembangunan pemerintah kolonial:

"Pemerintah hendak memakmurkan Pulau Jawa. Apakah gunanya memaksa orang laki-laki menyimpan uang, apabila perempuan yang memegang rumah tangga, tiada tahu akan harga uang itu?" - (Surat kepada Nyonya Cvink Soer, awal 1900)

Menurut Kartini, kemajuan masyarakat hanya bisa dicapai bila perempuan juga diberi kesempatan dan pendidikan yang sama seperti laki-laki. Salah satu kontribusi nyata Kartini adalah mendirikan sekolah untuk perempuan di Jepara, Jawa Tengah.

Relevansi Harapan Kartini bagi Anak-Anak Perempuan Saat Ini

Hari Kartini bukan hanya peringatan sejarah, tetapi juga momentum untuk merenungkan dan melanjutkan perjuangan Kartini. Saat ini, meskipun akses pendidikan bagi perempuan telah meningkat, tantangan masih ada, seperti kesenjangan gender dalam dunia kerja dan representasi perempuan dalam kepemimpinan.​

Perayaan Hari Kartini harusnya menjadi inspirasi bagi anak-anak perempuan untuk bermimpi besar dan mengejar cita-cita mereka. Dengan meneladani semangat Kartini, generasi muda perempuan diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang membawa kemajuan bagi masyarakat.

Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan Indonesia. Harapan itu masih ada.

Baca Juga: Sambut Hari Kartini, Perempuan Gratis Naik MRT, LRT, dan Transjakarta di Tanggal Ini

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.