Kartini tidak ingin pendidikan membuat orang Jawa menjadi seperti bangsa lain, tapi justru memperkaya nilai-nilai yang sudah ada:
"Dengan pendidikan yang bebas itu, cita-cita kami ialah memberikan kepada mereka juga, sifat-sifat yang bagus yang ada pada bangsa-bangsa lain, bukanlah akan mengalangkan sifat-sifatnya sendiri itu, melainkan akan memperbaiki dan memperbagusnya." - (Surat kepada Nyonya Nellie van Kol, Agustus 1901)
Pada Juni 1903, Kartini mendirikan sekolah perempuan di Jepara. Namun, perjuangannya terhenti setelah menikah dan meninggal dunia pada 17 September 1904, hanya beberapa hari setelah melahirkan.
2. Perempuan Tidak Dipandang Rendah
Kartini gelisah dengan budaya yang selalu mengunggulkan anak laki-laki dan merendahkan anak perempuan:
"Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan, akan ku didik, ku bentuk jadi manusia dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan ku buangkan adat kebiasaan yang buruk, yang melebih-lebihkan anak laki-laki daripada anak perempuan." - (Surat kepada Stella Zeehandelaar, 23 Agustus 1900)
Ia menekankan pentingnya pendidikan yang setara, tidak hanya bagi laki-laki tetapi juga perempuan:
"Anakku, laki-laki maupun perempuan, akan aku ajar, supaya menghargai dan pandang-memandang sama rata, makhluk yang sama dan didikannya akan kusamakan benar, yakni tentu saja masing-masing menurut kodrat kecakapannya."
3. Perempuan Berhak Bebas dan Punya Kesempatan Setara