Memerangi Bias, Ini Tantangan Perempuan di Sektor Keamanan dan Pertahanan

Citra Narada Putri - Minggu, 18 Februari 2024
Tandangan perempuan di bidang keamanan dan pertahanan nasional.
Tandangan perempuan di bidang keamanan dan pertahanan nasional. (Canya/iStockphoto)

Parapuan.co - Ketika bicara soal bidang keamanan dan pertahanan nasional, yang terbayang di benak banyak orang adalah dunianya para laki-laki untuk menjaga keamanan negara. 

Banyak yang mengira, bahwa bidang ini hanya bisa dilakukan untuk laki-laki saja. Padahal, perempuan juga punya kontribusi penting pada bidang keamanan dan pertahanan nasional.

Misalnya seperti analisa yang dilakukan oleh Emily A. Cote dari University of Maine, Orono bertajuk What Women Bring to the Fight: An Analysis of Female Leadership in US National Security (2022).

Dari analisa tersebut menunjukkan bahwa pemimpin perempuan membawa perspektif dan pendekatan yang beragam. Sehingga dengan sudut pandang dan pendekatan yang berbeda-beda bisa menghasilkan pengambilan kebijakan yang lebih komprehensif dan efektif.

Namun, secara historis, sektor keamanan dan pertahanan nasional masih didominasi oleh laki-laki. Meskipun ada kemajuan, perempuan masih menghadapi perjuangan berat untuk mencapai kesetaraan dalam peran kepemimpinan dan posisi pengambilan keputusan dalam industri ini.

Dengan kata lain, sektor keamanan dan pertahanan nasional masih bergulat dengan kesenjangan dan bias gender. Perempuan yang memilih untuk bekerja di bidang ini menghadapi tantangan unik yang dapat menghambat kemajuan kariernya.

Tantangan Perempuan di Bidang Keamanan dan Pertahanan

Hal tersebut seperti diceritakan oleh Maggie Feldman Piltch, Managing Director Unicorn Strategies, berdasarkan pengalamannya membangun komunitas #NatSecGirlSquad.

Ini merupakan komunitas untuk perempuan yang berkomitmen untuk mempromosikan keragaman kompeten dalam industri keamanan dan pertahanan nasional.

Dalam wawancara eksklusif bersama PARAPUAN (16/2/2024), menurut Maggie tantangan umum yang dihadapi perempuan dalam bidang keamanan dan pertahanan nasional dibagi menjadi dua kategori, salah satunya adalah dari perspektif tenaga kerja. 

Maggie Feldman Piltch, Managing Director Unicorn Strategies dan founder #NatSecGirlSquad.
Maggie Feldman Piltch, Managing Director Unicorn Strategies dan founder #NatSecGirlSquad. (Dok. PARAPUAN)

Baca Juga: Berbagai Langkah Tingkatkan Kesetaraan Gender di Dunia Kerja dari B20 WiBAC untuk G20

"Yaitu hal-hal yang terjadi di tempat kerja dan hal-hal yang berasal dari permasalahan yang sedang kita bicarakan dan kerjakan," papar Maggie saat diwawancara dalam acara Munich Security Conference 2024 secara daring. 

Dalam sudut pandang angkatan kerja, kalau pintu masuk pada peran-peran militer di bidang keamanan dan pertahanan nasional tidak terbuka untuk perempuan, maka bisa menjadi hambatan struktural.

"Maka kita tidak akan pernah memiliki perempuan di posisi kepemimpinan senior (di bidang keamanan dan pertahanan nasional) yang akan membuat orang-orang berkembang naik ke posisi tersebut (puncak)," jelasnya. 

Menurut data dari SHEcurity (2021), hanya 19 negara yang memiliki perempuan sebagai menteri pertahanan pada tahun 2020, yaitu sebesar 18,6%, dari total 103 negara yang dianalisis. Berdasarkan rata-rata peningkatan per tahun, diperkirakan dibutuhkan waktu 37,6 tahun untuk bisa mencapai kesetaraan gender.

Lebih dalam, rata-rata keterwakilan perempuan di sektor militer adalah yang terendah di antara semua wilayah analisis. Yaitu hanya 11,4% pada tahun 2020 dan perkiraan dibutuhkan waktu 155 tahun untuk bisa mencapai keseimbangan gender.

Sementara di badan kepolisian, secara keseluruhan, perempuan mencakup 23,3% dari angkatan kepolisian rata-rata pada tahun 2020. Dan ironisnya, Indonesia adalah negara yang paling rendah representasi perempuannya dalam badan kepolisian. 

Maggie mendapati ada beberapa masalah struktural yang bias gender di dunia keamanan dan pertahanan nasional. Salah satunya adalah masih ada orang, yang baik secara sadar atau tidak, meremehkan kompetensi profesional perempuan di bidang ini. 

Persepsi bahwa perempuan kurang mampu menangani situasi tekanan tinggi atau tugas fisik masih ada, yang menyebabkan adanya bias sehingga mempengaruhi rekrutmen, promosi, dan penugasan. Belum lagi, seperti disampaikan oleh Maggie, perempuan lebih rentan kesulitan untuk mendapatkan kehidupan yang seimbang antara pekerjaan dan pribadi.

Terlebih lagi ketika ada yang ingin memulai keluarga, menyeimbangkan karier bisa jadi tantangan tak berkesudahan. "Sebagian besar kewajiban (pekerjaan domestik) tersebut cenderung jatuh ke tangan perempuan. Dan kami menemukan bahwa hal serupa juga terjadi di seluruh dunia," ujar Maggie.

Baca Juga: Ini Dia Sosok Renita Rismayanti, Penerima Penghargaan Polwan Terbaik PBB 2023

Sifat pekerjaan di bidang keamanan dan pertahanan yang menuntut dapat mengganggu keseimbangan kehidupan kerja. Penempatan pada posisi-posisi tertentu, jam kerja yang panjang, dan jadwal yang tidak dapat diprediksi menjadikan tantangan bagi perempuan dalam tanggung jawab pengasuhan.

Menyeimbangkan komitmen keluarga dengan aspirasi profesional masih merupakan perjuangan yang tidak ada habisnya. "Namun pada akhirnya, kita melihat bahwa di seluruh dunia, di segala usia, semua perempuan bekerja di bidang keamanan dan pertahanan nasional, menginginkan kesempatan untuk menentukan kesuksesan bagi diri mereka sendiri," jelas Maggie.

Mulai dari menetapkan tujuan dan mencapai kesuksesan, Maggie berharap perempuan memiliki kesempatan untuk mengubah pikiran mereka tanpa dampak tambahan yang tidak dihadapi oleh rekan laki-laki mereka.

Pentingnya Support System

Untuk menghadirkan sektor keamanan dan pertahanan nasional yang inklusif, menurut Maggie perlu adanya pengembangan profesional pada perempuan yang berkarier di bidang ini.

Ini jugalah yang menginspirasi Maggie untuk membuat komunitas pengembangan profesional dan layanan konsultasi strategis yang bisa mendukung keragaman kompeten dalam keamanan dan pertahanan nasional sejak tahun 2015.

Komunitas #NatSecGirlSquad ini pun telah menghubungkan lebih dari 40.000 orang, kebanyakan perempuan, agar bisa mengembangkan keahlian, kepercayaan diri, dan peluang jejaring di sektor keamanan dan pertahanan nasional.

"Dimulai sebagai mekanisme berbagi informasi informal, menjadi komunitas pengembangan profesional dengan keanggotaan yang sangat kuat. Dan selama hampir sepuluh tahun terakhir, kami telah melakukan hampir 3.000 acara dan pelatihan," jelas Maggie.

Mulai dari pengarahan, pelatihan media hingga sumber daya tentang cara mendaftar ke sekolah pascasarjana, apa yang harus dilakukan dengan gelar sarjana tersebut.

Baca Juga: Gapai Mimpi Jadi Trail Runner, Ini Support System Terbesar bagi Septiana Nia Swastika

Di dalam komunitas ini, menurut Maggie #NatSecGirlSquad akan membantu para perempuan untuk bisa mendefinisikan kesuksesan versi mereka sendiri dan bagaimana cara mencapainya melalui bantuan perempuan lain yang ada di bidang keamanan dan pertahanan nasional. 

Terlebih lagi, sektor keamanan dan pertahanan nasional notabene masih didominasi laki-laki, sehingga dukungan dari sesama perempuan bisa lebih bermakna untuk mengembangkan karier. 

"(Bidang) ini tentu saja berat, dan bisa sangat menguras tenaga. Bukankah lebih menyenangkan bersama teman-teman? Menurutku (dukungan komunitas) ini lebih efisien," papar Maggie tentang pentingnya memiliki support system untuk mengembangkan karier di sektor keamanan dan pertahanan nasional.

Kebijakan yang Lebih Inklusif

Terlepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi, perempuan terus memberikan kontribusi yang signifikan terhadap bidang keamanan dan pertahanan nasional.

Selama sepuluh tahun terakhir sejak membuat komunitas pengembangan profesional #NatSecGirlSquad, Maggie pun melihat ada perkembangan positif pada sektor keamanan dan pertahanan nasional, setidaknya di Amerika Serikat. 

Misalnya saja, seperti diceritakan oleh Maggie saat sesi wawancara, Amerika Serikat telah membuat kebijakan inovatif yang akan menguntungkan perempuan di bidang yang masih didominasi laki-laki ini. "Misalnya di Amerika Serikat, hal tersebut baru terjadi beberapa tahun yang lalu, semua peran di militer AS terbuka bagi perempuan," ceritanya.

Keputusan inovatif yang diberlakukan oleh Menteri Pertahanan AS, Ash Carter pada 2015 tersebut pun menyatakan bahwa semua peran tempur militer dibuka untuk perempuan. Pergeseran bersejarah ini pun menandai tonggak penting dalam kesetaraan gender di angkatan bersenjata AS.

Mulai bulan Januari 2016, perempuan diizinkan untuk bertugas di semua pekerjaan dan posisi militer, tanpa kecuali. Perempuan memperoleh akses terhadap peran-peran yang sebelumnya hanya terbatas pada laki-laki saja. Ini termasuk pada posisi tempur seperti unit infanteri, lapis baja, pengintaian, dan operasi khusus.

Baca Juga: Selain Bidang Militer, Ini 5 Jenis Pekerjaan yang Dibatasi oleh Usia

Dan untuk pertama kalinya, perempuan dapat mengemudikan tank, menembakkan mortir, memimpin prajurit infanteri ke medan tempur, dan bertugas di unit elit seperti Army Rangers, Navy SEAL, dan parajumper Angkatan Udara.

Tak hanya menghadirkan bidang yang semakin inklusif, kebijakan-kebijakan yang mengedepankan kesetaraan gender ini semakin mengakui kontribusi perempuan yang sangat berharga dalam keamanan dan pertahanan nasional.

Menurut Maggie, hal yang penting adalah bagaimana perempuan dipandang dalam sektor ini.

"Pada akhirnya yang penting adalah, apakah kita dihormati? Apakah kita dihargai? Apakah kita didengar? Apakah kita terlihat? Apakah kita memiliki kesempatan yang sama seperti jika kita adalah seorang pria?" harapnya.

Maka, dengan mengakui dan merayakan prestasi perempuan di bidang ini bisa menjadi sebuah langkah menuju perubahan positif.

Penting untuk diingat bahwa kesetaraan gender adalah inti dari perdamaian dan keamanan.

Maka, pemberdayaan perempuan dalam bidang keamanan dan pertahanan nasional tidak hanya memberikan manfaat bagi sektor secara keseluruhan, namun juga memperkuat perdamaian dunia.

(*)

Baca Juga: Karier atau Anak? Ternyata Ini Alasan Perempuan Bingung Memilih