PERHUMAS Indicators, Kajian yang Jadi Bukti Profesi Humas Bantu Kesuksesan Perusahaan

Linda Fitria - Kamis, 21 September 2023
(kiri-kanan) T. Marlene Danusutedjo, Dian Agustine Nuriman, Benny Siga Butarbutar, Boy Kelana Soebroto, N. Nurlaela Arief, Glory Oyong, dan Anggia Bahana Putri merupakan tim Riset Perhumas Indicators pada Sosialisasi Perhumas Indicators di Jakarta (18/9).
(kiri-kanan) T. Marlene Danusutedjo, Dian Agustine Nuriman, Benny Siga Butarbutar, Boy Kelana Soebroto, N. Nurlaela Arief, Glory Oyong, dan Anggia Bahana Putri merupakan tim Riset Perhumas Indicators pada Sosialisasi Perhumas Indicators di Jakarta (18/9). dok. PERHUMAS

Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru ini Organisasi Profesi Kehumasan Indonesia (PERHUMAS) meluncurkan produk riset bertajuk PERHUMAS Indicators.

PERHUMAS Indicators adalah kajian yang akan memperlihatkan bahwa profesi humas menjadi pekerjaan yang bisa membantu kesuksesan perusahaan, pemerintah, maupun lembaga.

Hal itu juga disampaikan Ketua Umum PERHUMAS, Boy Kelana Soebroto, MCIPR dalam acara sosialisasi peluncuran PERHUMAS Indicators, Senin (18/9/2023) di Jakarta.

Dalam acara tersebut, Boy menekankan bahwa lewat kajian ini, diharapkan persepsi publik terhadap profesi humas bisa berubah.

“Kajian PERHUMAS Indicators ini merupakan terobosan dari PERHUMAS untuk membuktikan profesi kehumasan mampu membantu secara signifikan manajemen puncak dalam proses pengambilan keputusan yang penting bagi kesuksesan perusahaan atau suatu lembaga,” kata Boy Kelana yang juga Head of Corporate Communication Astra International. 

Selain itu, Boy Kelana juga berharap profesi humas tak lagi dianggap sebagai call center saja, namun juga bisa jadi bagain dari top management yakni sebagai strategic thinker yang menghasilkan profit. 

PERHUMAS Indicators kata Boy adalah bukti untuk menaikkan posisi tawar terhadap korporasi, lembaga, ataupun organisasi dalam hal kemampuan menghasilkan kebijakan komunikasi berbasis riset terutama untuk mengukur tingkat kepercayaan dan reputasi.

Di mana inti dari seluruh aktivitas komunikasi dalam kegiatan bisnis dan juga birokrasi pemerintahan berujung pada tingkat kepercayaan yang kemudian menghasilkan reputasi. 

Sebelumnya, pada Konvensi Humas Indonesia (KHI) yang berlangsung di Semarang pada 1 – 2 September lalu, PERHUMAS secara resmi meluncurkan PERHUMAS Indicators yang mengukur dimensi kepercayaan dan reputasi kedalam delapan indikator utama dari dua dimensi tersebut. 

Baca Juga: BERITA TERPOPULER LADY BOSS: Pelatihan Promosi Bisnis hingga Cek Formasi CPNS dan PPPK 2023

Adapun delapan indikator kepercayaan dan reputasi itu mencakup (1) performance management quality (PMQ), (2) Environment, Social, and Governance (ESG), (3) Innovation, (4) Leadership, (5) Technology, (6) People Management, (7) Communication, serta (8) Crisis Handling.

PERHUMAS Indicators melihat tingkat kepercayaan publik terhadap swasta, pemerintah, dan lembaga masih mendapat kepercayaan cukup baik dengan skor mencapai diatas 65%.

Di mana kepercayaan terhadap pemerintah meskipun cukup tinggi (67%), namun memerlukan perbaikan untuk memastikan program pembagunan berjalan dengan baik dan berkelanjutan.

Sementara itu sektor swasta (76%) dan BUMN (73%) perlu berkolaborasi secara aktif bersama-sama dan tidak ada yang mendominasi untuk menjalankan pembangunan bersama pemerintah.

Memang terlihat jelas salah satu faktor kuat di sektor pemerintahan adalah dinamika kepemimpinannya yang memberi pengaruh signifikan pada kinerja dan akhirnya berujung pada tingkat kepercayaan masyarakat. 

Secara khusus PERHUMAS Indicators juga menelaah keunggulan dan kelemahan sektor swasta dan BUMN terhadap delapan indikator dari tingkat kepercayaan dan reputasi tersebut.

Swasta dan BUMN secara menonjol terlihat dalam kategori inovasi di mana keduanya mendapatkan nilai kepercayaan yang tinggi yaitu swasta dengan perolehan 75,5% dan BUMN diangka 69%. 

Persepsi yang muncul, swasta dinilai lebih baik dalam mengimplementasikan inovasi, lebih dinamis, dan cepat menangkap peluang untuk mengembangkan produk dan layanannya yang memenuhi kebutuhan pelanggan.

Sementara itu BUMN khususnya sektor perbankan dan migas lebih mampu untuk bersaing dengan swasta, namun demikian masih banyak BUMN lainnya belum merata membangun semangat inovasi.

Baca Juga: ILO dan UNDP Gelar Pelatihan Promosi Bisnis dan Pekerjaan yang Layak di Indonesia

Indikator penting lainnya adalah penanganan krisis di mana skor keduanya berada di bawah angka 70% yang berarti cukup menyadari pengaruh negatif yang luar biasa dari krisis namun juga memerlukan kemampuan mitigasi yang lebih mumpuni mengingat ancaman globalisasi seperti kompleksitas dan ketidakpastian begitu besar. 

Ancaman krisis memaksa swasta dan BUMN, termasuk pemerintah untuk terus menerus memperbarui sistem mitigasi dan kemampuan memprediksi krisis (early warning system).

Dan yang lebih penting juga membangun koordinasi lintas sektoral untuk mengurangi dampak krisis atau bencana yang lebih besar. 

Secara umum swasta meraih skor rata-rata 69% dari semua sub indikator krisis sementara BUMN memperoleh angka rata-rata 65%.

Walaupun demikian kultur pengelolaan krisis lebih tumbuh di sektor swasta, berbeda dengan BUMN yang sering mendapatkan dukungan pemerintah. 

Riset ini melibatkan tim yang terdiri atas praktisi Humas dan Komunikasi dari berbagai sektor, Benny Butarbutar, IAPR selaku koordinator, Dr. N. Nurlaela Arief, MBA, Dr. Dian Agustine Nuriman, M. Ikom, IAPR, Richele Maramis, Glory Oyong, T. Marlene Danusutedjo, IAPR, dan Anggia Bahana Putri.

PERHUMAS Indicators menggunakan pendekatan mix-methodology dan melibatkan lebih dari 1.000 responden dari seluruh Indonesia dengan tingkat margin of error berada di angka tiga persen atau dapat dipercaya, sehingga diharapkan memberikan hasil yang komprehensif dan akuntabel. 

Baca Juga: Segera Dibuka! Ini Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2023 di Situs SSCASN

(*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria