Obesitas Pada Anak Sebabkan Sindrom Metabolik, Ini Cara Mencegahnya

Anna Maria Anggita - Kamis, 2 Maret 2023
Obesitas pada anak menyebabkan sindrom metabolik
Obesitas pada anak menyebabkan sindrom metabolik ljubaphoto

Parapuan.co - Rantai obesitas itu harus dihentikan karena bisa berdampak pada sindrom metabolik.

Sindrom metabolik adalah kelainan metabolik kompleks akibat obesitas, di mana kondisi ini terjadi karena pola makan kurang sehat, minim aktivitas fisik, hingga ketidakseimbangan hormonal.

Obesitas terjadi bukanlah sekadar berat badan yang berlebihan saja, sebab bisa juga berdampak pada munculnya berbagai masalah kesehatan lainnya.

Tentunya pemutusan rantai obesitas harus dilakukan sedini mungkin, bahkan dari masa kanak-kanak.

Berdasarkan siaran pers dari Nutrifood (1/2/2023), obesitas pada anak meningkatkan risiko terjadinya sindrom metabolik.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI,  dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes, menyatakan menurut riset Riset Kesehatan Dasar 2018, 1 dari 5 anak berusia 5-12 tahun, dan 1 dari 7 remaja berusia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

"Obesitas memiliki konsekuensi berat pada anak karena memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami sindrom metabolik," ujar dr. Eva.

Menurut dr. Eva prevalensi sindrom metabolik di Indonesia 23,34 persen, yang mana lebih tinggi pada laki-laki (26,2 persen) dibandingkan pada perempuan (21,4 persen).

Kondisi sindrom metabolik ini diprediksi menyebabkan kenaikan dua kali lipat risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali lipat pada penyakit diabetes melitus tipe 2.

Baca Juga: 4 Cara yang Bisa Dilakukan Orang Tua untuk Mencegah Obesitas Anak

"Untuk itu pemerintah menyerukan agar semua pihak, termasuk para guru, orang tua
dan pelaku sektor swasta, memprioritaskan asupan nutrisi seimbang pada anak, serta
mendorong aktivitas fisik untuk mencegah dan menghentikan rantai obesitas sedini
mungkin," lanjut dr. Eva.

"Berbagai upaya juga sudah dilakukan pemerintah mulai dari menerbitkan
Permenkes tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta
Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji serta melakukan edukasi
terkait aturan tersebut," tambah dr. Eva.

Menambahkan pernyataan dr. Eva, menurut dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, Dokter Spesialis Gizi Klinis, obesitas pada anak menyebabkan sindrom metabolik apabila memiliki tiga atau lebih kondisi:

- Kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang

- Gula darah (glukosa) tinggi

- Rendahnya kadar kolesterol HDL (baik) dalam darah

- Tingginya kadar trigliserida dalam darah

- Tekanan darah tinggi.

Baca Juga: Kenapa Pengidap Obesitas Tidak Disarankan untuk Lari? Ini Kata Dokter Spesialis

"Berbagai kondisi tersebut seringkali dialami oleh orang obesitas," ucap dr. Marya.

Dokter Marya menjelaskan obesitas itu bisa dicegah sedini mungkin, dengan cara sesuai anjuran Kemenkes RI, yakni:

- Konsumsi jumlah sayur dua kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein.

- Membiasakan diri memperhatikan label kemasan sebelum membeli, guna membatasi asupan gula, garam, serta lemak yang ada di makanan dan minuman.

- Pilih makanan dan minuman tinggi protein karena jadi sumber energi bagi anak dan remaja yang punya banyak aktivitas.

Sebagai upaya untuk mengetahui asupan gula, garam, dan lemak dari pangan olahan
kemasan, masyarakat diajak untuk lebih cermat dalam membaca label gizi kemasan pangan
olahan yang dikonsumsi.

Masyarakat harus selalu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan, mulai dari:

- Jumlah sajian per kemasan

- Energi total per sajian

- Zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)

- Persentase angka kecukupan gizi (AKG) per sajian.

Pastikan berbagai langkah dilakukan, agar keluarga baik orang tua maupun anak terhindar dari obesitas ya!

(*)

Baca Juga: Kenapa Pengidap Obesitas Tidak Disarankan untuk Lari? Ini Kata Dokter Spesialis

Calon Ibu Perlu Tahu, Ternyata Ini Perbedaan USG 2D, 3D, dan 4D