Cerita Ibu Usia 50 Tahun Kembangkan Usaha Kain Tenun Lewat Program Bakti BCA

Arintha Widya - Sabtu, 25 Februari 2023
Maria, pengrajin kain tenun ikat yang ikut program CSR Bakti BCA untuk tingkatkan usaha.
Maria, pengrajin kain tenun ikat yang ikut program CSR Bakti BCA untuk tingkatkan usaha.

Parapuan.co - Kawan Puan, siapa pun kamu dan berapa usiamu tidaklah menjadi penghalang untuk terus berkarya dan memulai usaha mikro.

Contohnya seperti yang dilakukan Maria Sanam, seorang ibu pengrajin tenun berusia 50 tahun asal Desa Nekemunifeto, Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.

Pertemuannya dengan Perkumpulan Warna Alam Indonesia (Warlami) berhasil memperkenalkannnya kembali dengan tradisi tenun ikat berwarna alam, sebuah tradisi yang sejatinya telah berusia cukup tua di daerah sana.

Sebagaimana dalam pers rilis yang diterima PARAPUAN, disebutkan bahwa Maria sudah berkarya tenun ikat sejak di bangku kelas 3 SD, buah belajar dari kedua orang tuanya.

Namun hampir sepanjang ia menenun, pewarna yang digunakan adalah pewarna sintetis, sebagaimana yang digunakan penenun lain di desanya.

Bagi para penenun, menggunakan benang berwarna sintetis bisa dibilang pilihan masuk akal karena mudah diakses, murah, dan prosesnya cepat.

Sekretaris Jenderal Warlami Suroso menjelaskan bahwa pada mulanya masyarakat NTT, khususnya Timor Tengah Selatan telah menggunakan pewarna alam untuk tenun ikat.

Menggunakan benang berwarna alam memang bukan perkara mudah.

Untuk mendapatkan benang berwarna merah saja benang perlu diminyaki lalu direndam ke sejumlah bahan seperti kemiri, daun dadap, daun widuri, hingga simplokos, dan terakhir diwarnai dengan akar mengkudu.

Baca Juga: Viral di TikTok Bakteri Dapat Menjadi Pewarna Alami dan Perhiasan yang Ramah Lingkungan

Proses pewarnaan itu bisa memakan waktu kurang lebih sebulan lamanya.

Kendati demikian, mengembalikan tradisi bisa menambah nilai dari kain tenun yang dihasilkan, sehingga akan ikut mengangkat derajat hidup pengrajin.

Beruntung saat bergabung dengan Warlami, komunitas ini bekerja sama dengan BCA menghubungkan kembali tradisi tenun berwarna alam ke komunitas penenun di Desa Nekemunifeto.

Kerja sama tersebut dilakukan melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) Bakti BCA, yang diikuti Maria sejak Agustus 2022.

Sejak itu pula, Maria dan komunitas penenun di desanya sudah bisa memproduksi sejumlah tenun berkualitas tinggi.

Harga jual satu tenun ikat berwarna alam dengan motif pahat dapat dijual sekitar Rp3 juta.

Dari 30 pengrajin di sana, jumlah tenun ikat yang dapat dihasilkan sekitar 125 kain tenun pertahun dengan harga jual sekitar Rp325 juta.

Maria sebagai salah seorang penenun yang dilatih oleh Warlami mengatakan dapat membiayai anaknya berkuliah dan menghidupi kebutuhan keluarganya dengan cukup.

"Sa sangat berterima kepada program CSR Bakti BCA yang telah membantu sa dan para pengrajin lainnya untuk memasarkan hasil tenun kami," tutur Maria.

Baca Juga: Dorong Pemberdayaan UMKM Perempuan Lewat Penghargaan WEpreneur

"Ini telah membantu para pengrajin tenun di Desa Nekemunifeto untuk bisa melestarikan budaya tenun bangsa serta membantu perekonomian kami," imbuhnya.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sebagai perusahaan yang peduli akan kelestarian budaya luhur Indonesia senantiasa berkomitmen mendukung kegiatan pembinaan penenun berwarna alam di Desa Nekemunifeto, NTT.

"Wastra Nusantara merupakan bentuk warisan budaya yang sudah selayaknya mendapatkan perhatian khusus," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja.

Lebih lanjut Jahja mengaku bahagia dapat mengajak Maria ke perhelatan BCA Expoversary 2023 di ICE BSD, Tangerang, selama 23-26 Februari 2023.

Dengan begitu, Maria bisa memperkenalkan budaya tenun ikat berwarna alam ke masyarakat luas.

Bukan itu saja, dengan mengembangkan usaha kain tentu berperwarna alam, usaha mikro di NTT tersebut dapat pula sekaligus melestarikan lingkungan.

Pada akhirnya, kelak merekalah yang menjadi bagian dari usaha meningkatkan perekonomian berkelanjutan atau sustainable economy di Indonesia.

Keren sekali ya, Kawan Puan? Kamu bisa juga loh memanfaatkan tradisi untuk mengembangkan usaha seperti yang dilakukan Maria.

Baca Juga: Kompas CEO Forum Bahas Kunci Pembangunan Berkelanjutan untuk Ekonomi Hijau

(*)

Sumber: Press Release
Penulis:
Editor: Linda Fitria