RKUHP Disahkan, Simak Pasal Bermasalah yang Mengancam Perempuan

Rizka Rachmania - Selasa, 6 Desember 2022
Pasal bermasalah dalam RKUHP yang mengancam dan mengkriminalisasi perempuan.
Pasal bermasalah dalam RKUHP yang mengancam dan mengkriminalisasi perempuan. Lin Shao-hua

Parapuan.co - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan oleh DPR pada hari ini, Selasa, (6/12/2022).

Namun, ada pasal dalam RKUHP tersebut yang berisiko mengancam perempuan.

Termasuk pasal tentang kontrasepsi darurat, perzinahan, hidup bersama sebagai suami istri, dan aborsi tanpa pengecualian.

Ada banyak juga hak-hak perempuan sebagai masyarakat Indonesia yang hilang pasca disahkannya RKUHP pada hari ini oleh DPR.

Kawan Puan perlu tahu, berikut deretan pasal bermasalah dalam RKUHP yang mengancam perempuan sekaligus menghilangkan hak-hak kita sebagai masyarakat Indonesia.

1. Pasal 2 tentang Tidak Adanya Batasan Hukum di Masyarakat

Pasal 2 RKUHP yang kini telah disahkan sebagai KUHP terbaru berbunyi:

"(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini."

Pasal tersebut berisiko mengancam perempuan maupun siapa saja karena bisa jadi dipidana bila melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh orang-orang yang tidak di lingkungannya karena tidak adanya batasan jelas mengenai hukum yang hidup di masyarakat.

Baca Juga: Ini Jenis Data Pribadi Menurut UU PDP, Resmi Disahkan oleh DPR

2. Pasal 408, 409, dan 410 tentang Alat Kontrasepsi Darurat

Pasal 408, 409, dan 410 membahas mengenai hukum tentang Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan.

- Pasal 408

"Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan pada Anak, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori 1."

- Pasal 409

"Setiap Orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk menggugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk menggugurkan kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."

- Pasal 410

Pasal 410 mengatur tentang pengecualian untuk Pasal 408 yakni yang tidak dipidana adalah jika hal tersebut dilakukan oleh petugas berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana, pencegahan penyakit infeksi menular seksual, atau untuk kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.

Untuk Pasal 409 pengecualian tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau pendidikan. Sedangkan, pihak berwenang yang dimaksud adalah relawan kompeten yang ditugaskan oleh Pejabat yang berwenang.

Baca Juga: UU Perlindungan Data Pribadi Disahkan, Kominfo akan Awasi Tata Kelola PSE

Pasal ini mengkriminalisasi perempuan maupun siapa saja orang yang melakukan edukasi kesehatan reproduksi karena ada aturan menyebut relawan berwenang harus ditunjuk oleh pejabat berwenang. Pasal ini juga seolah menjegal upaya pendidikan seksual kepada anak-anak terkait kontrasepsi darurat dan pendidikan kesehatan reproduksi karena edukator khawatir dikriminalisasi oleh pasal tersebut.

3. Penjelasan Pasal 406 tentang Pelanggaran Kesusilaan

Penjelasan Pasal 406 Huruf a:

"Yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan."

Adanya frasa "aktivitas seksual" pada penjelasan pelanggaran kesusilaan dapat berpotensi jadi pasal karet yang memidana semua orang. Penjelasan tersebut berisiko jadi tindakan main hakim sendiri atau persekusi oleh masyarakat.

4. Pasal 411 tentang Perzinaan

Pasal 411 berbunyi:

"(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II."

Baca Juga: Mengenal Bentuk Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik Menurut UU TPKS

"(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan

b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan."

Pasal ini santat berbahaya karena berisiko merenggut hak korban kekerasan seksual dengan memunculkan potensi besar digunakan untuk mempidana korban kekerasan seksual dengan tuduhan zina.

Korban kekerasan seksual bisa jadi alih-alih mendapatkan pemulihan, malah berpotensi dipidana dan dikriminalisasi dengan tuduhan zina. Belum lagi potensi perkawinan anak karena memberikan kewenangan kepada orang tua untuk memperoleh legitimasi melaporkan anaknya apabila ada kekhawatiran melakukan zina.

5. Pasal 263 tentang Berita Bohong

Pasal 263 menyebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya itu bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita maupun pemberitahuan padahal patut diduga bahwa itu adalah bohong akan dipidana 4 tahun penjara atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal ini berbahaya karena bisa membungkam kebebasan pers padahal aturan tentang pemberitaan telah diatur dalam UU Pers yang kewenangannya ada di bawah Dewan Pers.

6. Pasal 240 tentang Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara

Pasal ini sangat berbahaya karena berpotensi jadi pasal karet yang mengkriminalisasi perempuan maupun orang lainnya gara-gara mengkritik pemerintah/Presiden/Wakil Presiden dapat dianggap sebagai bentuk penghinaan.

Terlebih dengan tidak adanya batasan yang jelas soal penghinaan yang sifatnya sangat subjektif. Bunyi pasal 240:

"(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidaha denda paling banyak kategori II."

Dalam penjelasan Pasal 240 pun disebutkan yang dimaksud dengan "menghina" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah dimana ini tidak ada batasan pasti sehingga bersifat sangat subjektif.

Kawan Puan, RKUHP yang baru saja disahkan oleh DPR pada Selasa, (6/12/2022), masih memiliki pasal-pasal bermasalah yang berpotensi mengancam maupun mengkriminalisasi perempuan.

Untuk tahu isi lengkap pasal-pasal dalam RKUHP yang baru disahkan, kamu bisa unduh di link berikut.

Baca Juga: Cara Lapor Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Berdasarkan Permendikbud 30/2021

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania