Cerita 5 Pembela HAM Perempuan tentang Kampanye Kekerasan Seksual

Aulia Firafiroh - Selasa, 29 November 2022
5 Pembela HAM perempuan
5 Pembela HAM perempuan Dok. Narasumber

Menyambung Poppy, Anindya Vivi menyatakan bahwa perempuan di Indonesia masih merasa tabu untuk berbicara mengenai trauma dari kekerasan seksual yang dialami. Bahkan pada awalnya sebagian besar masyarakat Indonesia masih memandang kekerasan seksual bukanlah isu utama.


“Mungkin kalau secara personal, sebagai perempuan di Indonesia, kekerasan seksual sesuatu yang sangat jarang dibicarakan. Atau bahkan mungkin orang masih banyak yang menganggap remeh isu kekerasan seksual,” papar Vivi.


Hal personal inilah yang menjadi perjuangan politik para pembela HAM perempuan di media sosial. Selain itu, ada kebutuhan untuk bercerita sesama penyintas dan dorongan untuk mengarusutamakan isu kekerasan seksual di publik. Semakin publik memahami istilah-istilah di dalam lingkup kekerasan seksual, diharapkan semakin banyak orang yang tergerak untuk mencegah kekerasan seksual terjadi.

Buah Manis dari Kampanye Kekerasan Seksual Di Media Sosial

Sayangnya, fenomena berbagi trauma ini tidak diikuti dengan etika pendampingan yang baik. Yona dari Samahita Bandung, mengungkapkan bahwa kampanye edukasi organisasinya lebih kepada etika pendampingan terutama pada Kekerasan Dalam Pacaran (KDP).

Menurutnya semakin banyak kasus yang terangkat di media sosial, semakin rentan pula penyintasnya. Masyarakat masih gemar untuk menyalahkan korban atau yang saat ini dikenal dengan victim blaming. Walaupun begitu, Yona optimis, dengan semakin banyak platform kampanye anti kekerasan seksual di ranah daring dapat mengurangi dampak buruk kepada penyintas yang berani bersuara.


“Dulu banyak banget yang victim blaming, tapi sekarang sudah kerasa banget berkurangnya,” ujar Yona.

Hal yang sama diutarakan Monica Devina, menurutnya perubahan cara pandang masyarakat tentang isu kekerasan seksual dapat dilihat dari respon masyarakat yang sudah berkurang untuk menyalahkan korban. Platform kampanye media sosial seolah menjadi alat perlawanan baru untuk mengkritik balik pihak-pihak yang dinilai tidak berperspektif korban.

“Respon-respon masyarakat yang awalnya menyalahkan korban, kini sudah mulai beragam, seperti menawarkan bantuan, memberikan dukungan, dan menawarkan informasi. Media Sosial juga dimanfaatkan untuk mengkritik pihak-pihak yang tidak sadar atas isu kekerasan seksual”, sambung Monica Devina.

Baca juga: Mengenal No Recruit List, Tempat Pengaduan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh