Ada Ancaman Resesi Global, Perlukah Kurangi Investasi dan Simpan Uang Tunai? Ini Kata Pakar

Ardela Nabila - Jumat, 14 Oktober 2022
Ancaman resesi ekonomi global.
Ancaman resesi ekonomi global. fotosipsak

Parapuan.co - Beberapa waktu belakangan ini ramai pembahasan mengenai ancaman resesi ekonomi global yang semakin nyata.

Hal ini dikarenakan adanya kenaikan suku bunga acuan secara agresif yang dilakukan oleh bank sentral berbagai negara guna meredam laju inflasi.

Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan bahwa ekonomi dunia akan masuk jurang resesi pada tahun 2023 mendatang.

Proyeksi Sri Mulyani yang disampaikan di konferensi pers APBN KiTa akhir September 2022 lalu mengacu pada studi Bank Dunia mengenai pengetatan kebijakan moneter bank sentral di berbagai negara.

“Kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023,” papar Sri Mulyani beberapa waktu lalu, dikutip dari Kompas.com, Jumat (14/10/2022).

Terkait ancaman yang sudah di depan mata ini, perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini Sutikno, menjelaskan resesi utamanya disebabkan oleh lonjakan inflasi.

Risiko yang makin nyata ini membuat peningkatan porsi kepemilikan uang tunai dinilai semakin dibutuhkan.

Hal ini dikarenakan resesi global akan memengaruhi keberlangsungan hidup seseorang, sehingga mereka perlu merogoh kocek lebih dalam guna memenuhi kebutuhannya.

Adapun resesi juga berisiko mengganggu pendapatan seseorang, sebab pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat mungkin terjadi di tengah melambatnya roda ekonomi nasional.

Baca Juga: Selain Terapkan Tips Hemat, Lakukan 4 Hal Ini untuk Amankan Keuangan saat Resesi

Kawan Puan mungkin juga sering melihat kabar mengenai layoff yang dilakukan oleh beberapa perusahaan belakangan ini.

“Karena itu memang masuk akal dalam kondisi seperti ini kita harus meningkatkan dan punya dana darurat,” kata Mike kepada Kompas.com.

Lantas, apakah perlu memiliki simpanan uang tunai dan mengurangi investasi di tengah ancaman resesi global?

Pentingnya Uang Tunai sebagai Dana Darurat

Mike memaparkan, peningkatan porsi uang tunai sebagai dana darurat sangat diperlukan di kondisi seperti ini.

Pasalnya, uang tunai tersebut berfungsi untuk menjaga likuiditas individu di tengah ketidakpastian ekonomi ke depannya.

Memiliki tingkat likuiditas keuangan yang baik dapat membantu kamu bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama.

“Dalam rangka peningkatan likuiditas ini adalah peningkatan dari dana darurat, menjaga dana darurat kita sesuai dengan kebutuhan kita,” ujarnya lagi.

Perlukah Mengurangi Dana untuk Investasi?

Baca Juga: 5 Tips Hemat Menabung Dana Darurat di Tengah Ancaman Resesi Global

Di sisi lain, meningkatkan dana darurat berupa uang tunai bukan berarti lantas kamu harus mengurangi porsi alokasi dana yang diinvestasikan.

Perencana keuangan dari Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho, menjelaskan bahwa kamu masih harus berinvestasi di instrumen berisiko rendah.

Ia merekomendasi investor untuk memilih instrumen investasi yang dapat dicairkan dengan mudah menjadi uang tunai.

Menurutnya, imbal hasil minim dari bank apabila individu hanya menyimpan uang tunai tidak akan kuat melawan inflasi.

“Karena kalau berbentuk uang tunai semua, seperti yang kita tahu, misal berbentuk uang tunai, uang tersebut akan kita simpan di tabungan bank atau didepositokan. Bunganya, imbal hasilnya, bisa dibilang minim dan enggak kuat melawan inflasi,” jelas Andy.

Sejumlah instrumen investasi berisiko rendah yang disarankannya misalnya logam mulia, deposito, dan reksa dana berbasis penghasilan tetap.

Andy menekankan untuk menghindari investasi dalam bentuk properti yang membutuhkan waktu lama untuk dicairkan dalam bentuk uang.

“Atau misal berisiko tinggi di pasar saham atau reksa dana berbasis pasar saham, itu kita hindari. Kenapa? Nanti ketika waktunya dibutuhkan, misal nilainya anjlok, itu membuat cadangan dana kita kurang,” terangnya.

Baca Juga: 3 Langkah Mencegah Resesi, Ternyata Sudah Dilakukan Pemerintah Indonesia?

Akan tetapi, jika kamu memiliki profil risiko investasi agresif, kepemilikan saham masih bisa menjadi pilihan, dengan catatan investor harus memperhatikan kondisi pasar dan prospek ke depannya.

“Perlu atau tidaknya mengurangi kepemilikan saham tergantung profil risiko masing-masing,” ungkap Andy.

Itulah penjelasan dua perencana keuangan mengenai simpanan uang tunai dan investasi di tengah bayang-bayang resesi global yang menjadi kekhawatiran banyak orang belakangan ini. (*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh