Cerita Ibu dari Anak Korban Kanjuruhan, Hanya Bisa Menangis di Tengah Kedukaan

Alessandra Langit - Selasa, 4 Oktober 2022
Cerita seorang ibu kehilangan buah hati di tragedi Stadion Kanjuruhan.
Cerita seorang ibu kehilangan buah hati di tragedi Stadion Kanjuruhan. Kompas.com

Parapuan.co - Kawan Puan, duka masih menyelimuti hati keluarga anak korban Kanjuruhan.

Ibnu Muhammad Rafi, anak korban Kanjuruhan, harus mengembuskan napas terakhirnya setelah menyaksikan pertandingan Liga 1 antara Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).

Sumarsih, ibu dari anak korban Kanjuruhan ini pun harus mengikhlaskan kepergian sang putra akibat tragedi hitam dalam sejarah sepakbola Tanah Air tersebut.

Rafi diketahui menyaksikan tim sepakbola kesayangannya bersama dengan tiga saudaranya.

Saat ketiga saudaranya duduk di kursi VIP, Ibnu justru memilih duduk di bagian tribun penonton bersama teman-temannya.

Dalam wawancara bersama Kompas TV, Sumarsih mengatakan bahwa putranya tidak terbiasa menyaksikan pertandingan sepakbola secara langsung.

Saat tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi, saudara dari Ibnu menghubungi Sumarsih, meminta sang ibu mencari tahu keberadaan Rafi.

"Waktu itu saya ditelepon anak saya, suruh mencari Rafi, karena di luar ricuh. Kakaknya sudah telepon (Rafi) tapi tidak angkat," cerita Sumarsih 

"Saya coba, satu kali saya menghubungi ada yang menerima telepon anak saya, saya tanya 'Lho ibu siapa ini kan nomor HP anak saya?'," lanjutnya.

Baca Juga: Update Jumlah Anak Korban Kanjuruhan Menurut Data Resmi KemenPPPA

Seseorang dalam panggilan telepon tersebut meminta Sumarsih segera ke RSI Gondanglegi untuk melihat kondisi sang anak.

Kakak-kakak Rafi pun ikut ke rumah sakit dan mencari keberadaan adik mereka hingga diminta memeriksa ruang jenazah.

Teriakan histeris dari sang kakak dari sambungan telepon pun menjadi berita duka bagi Sumarsih yang kini mengetahui bahwa putranya telah tiada.

"Saya teriak, saya nangis, saya enggak bisa apa-apa waktu itu, hanya bisa menangis dan teriak saja," cerita Sumarsih, mengenang hari penuh dukanya.

Sumarsih kemudian menceritakan kondisi anak keduanya yang masih syok atas kepergian Rafi.

"Terutama yang nomor dua karena setiap hari tidurnya bersama," kata Sumarsih.

"Tadi waktu di wawancara dia masih kepikiran, masih syok dengan kepergian adiknya," tutur Sumarsih lebih jauh.

Lewat cerita anak pertama dan keduanya, Sumarsih dapat membayangkan kondisi di Stadion Kanjuruhan yang sesak dan penuh kepanikan.

"Keluar itu sulit sekali, tapi alhamdullilah bisa keluar. Kata teman sekolah Rafi, penonton yang ke lapangan diarahkan ke tribun, setelah dari tribun, pintu keluarnya ditutup," cerita Sumarsih.

Baca Juga: Duka Tragedi Kanjuruhan, Ternyata Gas Air Mata Berdampak pada Kesehatan Mental

Berdasarkan cerita teman dari mendiang anak Sumarsih, diketahui bahwa Rafi terpisah dari teman-temannya.

Semprotan gas air mata yang tajam menusuk penglihatan serta pernapasan penonton membuat Rafi dan teman-temannya lari berhamburan.

"Di tribun itu disemprot gas air mata, teman-teman Rafi itu berhamburan, tidak ada yang bersama karena menyelamatkan diri sendiri-sendiri," lanjutnya.

Saat berada di tangga tribun, keberadaan Rafi sudah tidak diketahui oleh teman-temannya.

Di tengah kedukaan ini, Sumarsih telah mendapat dukungan dan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Walaupun berat merelakan kepergian sang anak, Sumarsih mencoba untuk ikhlas.

Sumarsih juga saling menguatkan dengan keluarga korban lainnya yang berduka.

Kawan Puan, tragedi Stadion Kanjuruhan ini tak hanya menjadi luka bagi sepakbola Indonesia, tapi juga seluruh masyarakat.

Di berbagai daerah di Indonesia, ribuan doa dipanjatkan masyarakat untuk mengantar kepulangan ratusan korban tragedi Stadion Kanjuruhan ke peristirahatan abadi.

Baca Juga: Pasangan Suami Istri Tewas Akibat Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

(*)

Sumber: KompasTV
Penulis:
Editor: Dinia Adrianjara