DPR Sahkan RUU TPKS, Menteri PPPA Ungkap Perjuangan Panjang Payung Hukum Ini

Alessandra Langit - Selasa, 12 April 2022
Menteri PPPA buka suara soal pengesahakan RUU TPKS oleh DPR
Menteri PPPA buka suara soal pengesahakan RUU TPKS oleh DPR HUMAS KEMENPPPA

Pihak Menteri Bintang telah memperkuat kerja sama dengan kementerian lain yang menjadi anggota tim pemerintah dan belajar memahami pengalaman para pendamping korban.

Selain itu juga berdiskusi dengan organisasi keagamaan, mahasiswa dan kaum muda serta organisasi pekerja, hingga memahami pandangan pihak-pihak yang menyatakan kontra terhadap RUU tersebut.

"Prioritas utama Undang-Undang ini adalah kehadiran Negara untuk melindungi Korban," tegas Menteri Bintang.

"Inilah yang menjahit berbagai kepentingan dan semangat berjuang baik Pemerintah, Masyarakat Sipil, dan DPR, memperjuangkan Undang-Undang ini,"  lanjutnya.

Berdasarkan keterangan Menteri Bintang, Undang-Undang TPKS ini nantinya bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual.

UU TPKS akan menangani, melindungi, dan memulihkan korban, serta melaksanakan penegakan hukum.

Undang-undang ini juga akan merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.

Menteri Bintang menggambarkan secara umum dalam UU TPKS terdapat pengaturan 9 (sembilan) jenis TPKS termasuk pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi.

Jenis-jenis lain yang tertulis adalah pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik serta.

Baca Juga: YLBH APIK Jakarta Susun 9 Bentuk Kekerasan Seksual Berbasis Online dalam RUU TPKS

Perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

RUU TPKS awalnya diciptakan juga untuk melakukan pembaruan hukum acara sebelum, selama dan setelah proses hukum.

"Terobosan di dalam RUU ini juga terlihat pada pengaturan pelayanan terpadu terhadap korban yang dilakukan secara komprehensif oleh Pemerintah, penegak hukum dan layanan berbasis masyarakat," kata Menteri Bintang.

"Pengaturan ini salah satunya diharapkan memberikan implikasi positif terhadap percepatan penanganan dan menghapuskan reviktimisasi pada korban," tambahnya.

Dalam pengesahan RUU TPKS, negara hadir memenuhi hak korban atas dana pemulihan termasuk layanan kesehatan saat korban mendapat perawatan medis.

Selain itu, negara juga memenuhi dana Penanganan Korban sebelum, selama, dan setelah proses hukum, termasuk pembayaran kompensasi untuk mencukupi sejumlah Restitusi ketika harta kekayaan pelaku yang disita tidak cukup.

Tidak hanya itu, RUU TPKS juga menjamin pemberian upaya pencegahan dan penanganan di wilayah-wilayah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal), daerah konflik, daerah bencana dan di semua tempat yang berpotensi terjadinya TPKS.

Pengaturan tentang partisipasi masyarakat dalam Pencegahan, Pendampingan, Pemulihan, dan pemantauan terhadap TPKS, serta partisipasi keluarga dalam Pencegahan TPKS juga diatur dalam RUU TPKS.

"Pengesahakan RUU TPKS merupakan wujud nyata kehadiran negara untuk melindungi warga negara dari kekerasan seksual," ungkap Menteri Bintang lebih jauh.

"Ini adalah penantian korban, penantian kita semua. Jadi kepentingan korbanlah yang akan kami pastikan terdepan dalam pelaksanaan Undang-Undang," tutupnya.

Baca Juga: Kalis Mardiasih Ungkap Perubahan yang Diciptakan RUU TPKS bagi Korban Kekerasan Seksual

(*)