Menurut Psikiater, Ini Cara Menolong Korban Kekerasan pada Perempuan di Bawah Umur

Putri Mayla - Senin, 27 Desember 2021
Pakar mengungkap upaya meningkatkan kesehatan korban kekerasan pada perempuan di bawah umur, terlebih korban kekerasan seksual.
Pakar mengungkap upaya meningkatkan kesehatan korban kekerasan pada perempuan di bawah umur, terlebih korban kekerasan seksual. pondsaksit

Parapuan.co - Kasus kekerasan pada perempuan dan anak marak terjadi di Indonesia.

Lebih lanjut lagi, kasus kekerasan seksual anak banyak terjadi di masyarakat, dan kasus ini terus terkuak seperti gunung es.

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Psikiater Teddy Hidayat yang bertugas di RS Melinda 2 Bandung.

"Bila ada satu kasus yang dilaporkan, sebenarnya masih ada sembilan kasus lain yang tidak terlaporkan," ujar Teddy, pada Senin (13/12/2021) seperti dikutip dari Kompas.com

Teddy menambahkan, kekerasan seksual pada anak seringkali tidak segera terungkap.

Baca Juga: Peran Orang Tua dalam Melawan Kasus Kekerasan pada Perempuan di Bawah Umur

Misalnya, kasus kekerasan pada perempuan secara seksual yang dilakukan Herry Wirawan, guru di Madani Boarding School terhadap santriwatinya.

Kejadian yang berlangsung selama 2016-2021 ini bahkan membuat para korban melahirkan 8 bayi. Sedangkan kasusnya baru terbongkar 2021.

"Ini terjadi karena tidak adanya pengawasan terhadap anak dari orangtua dan lingkungannya, dan tidak adanya pengawasan terhadap lembaga tersebut dari intansi yang berwenang atau yang seharusnya mengawasi," imbuhnya.

Teddy berkata, semua pihak yang berhubungan dengan anak, seperti orangtua, pengasuh, guru, lingkungan sekolah harus mengenal dan mampu mendeteksi kekerasan seksual pada anak.

Untuk diketahui, korban kejahatan seksual pada anak dapat mengalami dampak fisik, psikis, dan sosial bekepanjangan.

Kekerasan pada perempuan dan anak secara seksual memiliki dampak bagi korban.

Lantas, apa dampak kekerasan seksual pada anak?

Menurut Teddy, ada beberapa gangguan psikiatrik yang bisa dialami korban kekerasan seksual atau perkosaan seperti fobia, cemas, tidak berdaya, depresi (rasa malu, bersalah, citra diri buruk, perasaan telah mengalami cedera permanen).

Tak hanya itu, korban juga dapat memiliki perilaku impulsif (berbuat tidak disertai nalar atau alasan), merusak, bahkan keinginan bunuh diri. 

Selain itu, korban kekerasan seksual juga cenderung kesulitan mempercayai orang lain.

Baca Juga: Menurut Pakar, Begini Cara Membantu Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak

Korban kekerasan seksual pada anak biasanya terjadi pada mereka yang masih muda dan mudah dipengaruhi.

Sementara itu, pelaku kekerasan seksual umumnya orang dewasa yang dikenal korban, termasuk anggota keluarga, guru, tetangga, dan lainnya.

Teddy menambahkan, untuk melancarkan aksinya, orang dewasa yang sudah dikenal korban kemungkinan melakukan upaya intimidasi atau sugesti seperti "murid harus taat pada guru".

Ketika kalimat itu disampaikan terus menerus, ditambah korban hidup di lingkungan tertutup atau terisolir selama bertahun-tahun, itu akan memengaruhi perkembangan kepribadian dan pemikiran korban ke arah patologis.

Korban kejahatan seksual pada anak juga dapat mengalami stockholm syndrome.

Teddy menambahkan, stockholm syndrome yaitu gangguan psikiatrik pada korban penyanderaan yang membuat mereka merasa simpati atau bahkan muncul kasih sayang terhadap pelaku.

Sementara pada pelaku, gangguan psikiatriknya adalah psikopatologi.

Psikopatologi merupakan gangguan penilaian atau judgement yang membuat pelaku tidak mampu membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas, mana yang bermoral dan mana yang tidak bermoral.

Semua aturan, displin, dan norma yang berlaku dilanggar untuk memuaskan dorongan atau nafsu.

Super ego atau hati nuraninya dikuasai oleh identitas atau nafsunya.

Selanjutnya, intervensi atau upaya untuk meningkatkan kesehatan korban kekerasan seksual anak penting dilakukan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan anak.

Baca Juga: Kerap Dialami Korban Kekerasan pada Perempuan, Ini 5 Tanda Seseorang Ingin Bunuh Diri

Intervensi terhadap kondisi fisik, termasuk pemeriksaan penyakit menular seksual dan HIV, serta gangguan mental merupakan hal penting bagi korban.

Intervensi psikis tidak hanya dilakukan pada saat peristiwa itu terjadi atau beberapa tahun setelahnya, tetapi diperlukan pendampingan sepanjang hidup.

Teddy mengatakan, intervensi psikis yang dilakukan meliputi mengembangkan strategi koping, terapi perilaku, psikoterapi, latihan keterampilan sosial dalam lingkungan yang aman.

"Bayi-bayi yang tidak berdosa terlahir akibat kekerasan seksual ini juga harus diselamatkan oleh keluarga. Karena keluarga merupakan inti perlindungan pada anak korban harus tetap mendapatkan haknya untuk sekolah," ungkapnya.

Selanjutnya, Guru dapat bekerja sama dalam tim lintas profesi mulai dari upaya pencegahan penyembuhan dan rehabilitatif daam hal kekerasan seksual pada anak melalui pembelajaran.

Hal ini dapat dilakukan sebagai upaya pertolongan korban kekerasan pada perempuan di bawah umur.

(*)

 

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Dinia Adrianjara