16 HAKTP, Ini Pendapat Chelsea Islan dan Defia Rosmaniar soal Kekerasan pada Perempuan

Putri Mayla - Jumat, 26 November 2021
16 HAKTP, inilah arti kekerasan pada perempuan menurut Chelsea Islan dan Defia Rosmaniar
16 HAKTP, inilah arti kekerasan pada perempuan menurut Chelsea Islan dan Defia Rosmaniar Dok. UNDP Indonesia

Parapuan.co - Berkaitan dengan kekerasan pada perempuan, di bulan November terdapat kampanye yang dikenal dengan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP).

16 HAKTP merupakan kampanye yang dilaksanakan tiap tanggal 25 November hingga 10 Desember.

Seperti diketahui, tanggal 10 Desember merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.

Lalu pada rentang waktu tersebut dipilih secara simbolik untuk menghubungkan antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM.

Selanjutnya, kampanye dalam rentang waktu 16 hari tersebut menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk pelanggaran HAM.

Baca Juga: Sejarah Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Kampanye 16 HAKTP

Sementara itu, berita mengenai kekerasan pada perempuan saat ini makin marak terungkap.

Berdasarkan rilis yang diterima PARAPUAN, SDG Mover UNDP Indonesia, Chelsea Islan, bersama atlet Taekwondo peraih, Defia Rosmaniar, mengajak generasi muda untuk lebih peduli terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan.

Kemudian, mereka mengharapkan generasi muda menjadi whistleblower untuk menghentikan bentuk kekerasan ini.

Dukungan mereka ini sejalan dengan dimulainya kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

Seperti yang kita ketahui, kejahatan pada perempuan kasus yang masih marak terjadi hingga saat ini.

 

Seperti apa pendapat Chelsea Islan dan Defia Rosmaniar terkait kekerasan pada perempuan dan kampanye 16 HAKTP?

"Kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk lain dari pandemi yang sudah seharusnya menjadi perhatian kita, terutama generasi muda," ujar Chelsea.

"Perempuan seharusnya bisa memilih untuk bisa merasa aman di mana saja, termasuk tempat di mana mereka beraktivitas," ungkap Defia Rosmaniar, yang meraih medali emas untuk cabang Taekwondo di perhelatan olahraga Asian Games 2018.

Sepanjang tahun 2021, terdapat hampir 300,000 kasus kekerasan yang tercatat di Indonesia.

Selama masa pandemi Covid-19, kasus kekerasan pun berada pada titik kritis terutama kekerasan di ranah domestik.

Chelsea menambahkan, kekerasan berbasis gender di internet juga terjadi di mana penyintas diintimidasi dan dilecehkan secara seksual.

Baca Juga: Efek Trauma Korban Kekerasan pada Perempuan di Bawah Umur

Chelsea dan Defia juga mengajak seluruh komponen masyarakat untuk terlibat aktif dalam melindungi dan menciptakan rasa aman bagi perempuan, dan juga anak perempuan, baik di ruang publik ataupun di ranah domestik.

"Saat ini kita memiliki jalur pelaporan yang sudah terhubung dengan pihak-pihak yang bisa memberikan bantuan ketika kekerasan terjadi," ungkap Defia.

UNDP Indonesia melalui Project RESTORE sepanjang pandemi berlangsung, telah mendukung pihak-pihak yang terkait dalam lingkaran pelaporan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Secara nasional, UNDP Indonesia bekerjasama dengan pihak kepolisan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Kemudian, UNDP Indonesia juga bekerjasama dengan beberapa rumah sakit rujukan dalam memperbaiki prosedur pelaporan dan penanganan kasus kejahatan pada perempuan yang semakin terintegrasi dan berpihak pada pelapor dan korban.

Sepanjang 2021, pembenahan dalam alur penanganan kasus yang lebih inklusif terhadap penyandang disabilitas juga berhasil diimplementasikan.

Di provinsi DKI Jakarta, UNDP Indonesia membantu penguatan lembaga rujukan yang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.

Salah satunya melalui jalur pelaporan Pos SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak).

Pos SAPA merupakan perpanjangan dari Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta dan P2TP2A.

Pos SAPA telah terintegrasi dengan fasilitas publik seperti fasilitas transportasi di TransJakarta dan MRT, di fasilitas pendidikan tinggi yaitu universitas dan fasilitas komunitas di RPTRA.

Baca Juga: Marak Terjadi, Ini Pengertian dan Jenis Kekerasan pada Perempuan di Bawah Umur

Melalui integrasi ini, masyarakat bisa lebih merasa aman dengan adanya sistem pelaporan yang cepat tanggap ketika kekerasan terjadi di ranah publik maupun di privat.

Kekerasan yang dialami oleh perempuan, dan anak perempuan merupakan masalah bersama.

Hal ini perlu penanganan dan kerjasama dari banyak pihak.

Pasalnya, permasalahan kekerasan merupakan permasalahan kompleks dan dapat berdampak negatif pada korban.

Maka itu, perlu penanganan masalah yang komprehensif dan menyeluruh untuk mengatasi terjadinya kekerasan pada perempuan. (*)

Penulis:
Editor: Arintya