Pentingnya Pencegahan dan Perlindungan Anak dari Pelecehan Seksual di Sekolah

Saras Bening Sumunar - Rabu, 27 Agustus 2025
Pencegahan pelecehan seksual terhadap anak di sekolah.
Pencegahan pelecehan seksual terhadap anak di sekolah. Satjawat Boontanataweepol

Parapuan.co - Kasus pelecehan seksual terhadap anak di lingkungan sekolah semakin menjadi perhatian serius karena dampaknya sangat besar terhadap perkembangan mental, emosional, dan sosial anak.

Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak untuk belajar, berkembang, dan membentuk karakter, tetapi realitanya tidak jarang terjadi kasus yang melibatkan orang-orang terdekat, bahkan tenaga pendidik sekalipun.

Misalnya saja kasus pelecehan seksual yang belakangan ini tengah banyak disorot. Puluhan alumni salah satu SMPN di Bekasi menggelar aksi unjuk rasa di depan sekolah.

Bukan tanpa alasan, hal ini dilakukan karena kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru berinisial JP terhadap sejumlah siswi. JP yang berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) ini diduga melakukan tindak pelecehan seksual sebanyak dua kali, yakni pada April dan Agustus 2025.

Di kasus pertamanya, JP sudah ditegur pihak sekolah untuk tidak mengulangi perbuatannya. Sayangnya, teguran tersebut tidak membuat JP kapok hingga ia mengulangi aksi dugaan pelecehan seksual pada Agustus 2025.

Walaupun JP berstatus sebagai terduga pelaku pelecehan seksual, pihak sekolah tidak bisa langsung memecatnya karena statusnya sebagai ASN. Sekolah hanya bisa menonaktifkan JP dan menyerahkan nasib JP ke pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

Berkaca dari kasus dugaan pelecehan seksual di sekolah yang melibatan guru dan murid, penting bagi kamu sebagai bagian dari masyarakat, orang tua, ataupun pendidik, untuk memahami betapa krusialnya upaya pencegahan dan perlindungan anak sejak dini agar mereka terhindar dari potensi ancaman pelecehan seksual di sekolah.

Pentingnya Pencegahan Pelecehan Seksual di Sekolah

Pencegahan pelecehan seksual di sekolah merupakan langkah fundamental yang harus menjadi prioritas bersama karena anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Baca Juga: 5 Langkah Psikologis agar Korban Pelecehan Seksual Tak Merasa Rendah Diri

Dalam masa pertumbuhan, anak-anak belum sepenuhnya mampu membedakan mana perlakuan wajar dan mana yang melanggar batas, sehingga mereka membutuhkan edukasi, perlindungan, serta pengawasan memadai.

Pencegahan tidak hanya dimulai dari memberikan pemahaman kepada anak tentang batasan tubuh dan hak mereka, tetapi juga mencakup peningkatan kesadaran di kalangan guru, tenaga pendidik, dan seluruh pihak yang terlibat di lingkungan sekolah agar tercipta budaya aman dan bebas pelecehan seksual.

Selain itu, kasus pelecehan sering kali terjadi karena kurangnya pemahaman orang tua dan anak tentang potensi bahaya, serta minimnya pengawasan dari pihak sekolah.

Oleh karena itu, memahami bahwa pencegahan bukan sekadar memberi informasi kepada anak, melainkan juga membangun sistem perlindungan yang kuat, baik melalui kebijakan sekolah, peraturan internal, maupun kerja sama antara sekolah dan orang tua.

Perlindungan Anak Melalui Kebijakan dan Edukasi

Perlindungan anak di sekolah harus dilakukan secara menyeluruh melalui kebijakan yang tegas, edukasi efektif, serta pengawasan ketat. Sekolah perlu memiliki mekanisme yang jelas dalam menangani kasus pelecehan seksual, mulai dari prosedur pelaporan, penyelidikan, hingga pemberian sanksi terhadap pelaku tanpa pandang bulu.

Selain itu, sekolah juga harus memberikan ruang aman bagi anak untuk melapor tanpa rasa takut dan memastikan kerahasiaan identitas mereka terjaga. Tentunya, edukasi menjadi fondasi utama untuk melindungi anak dari risiko pelecehan.

Anak-anak perlu dibekali pemahaman tentang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, cara menolak ajakan tidak pantas, serta keberanian untuk bercerita kepada orang dewasa yang terpercaya ketika merasa tidak nyaman.

Guru dan tenaga pendidik juga harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai pencegahan pelecehan seksual, termasuk mengenali tanda-tanda anak yang menjadi korban serta bagaimana memberikan pendampingan psikologis dengan cara tepat.

Baca Juga: Bukan Menghapus, Jalur Damai Hanya Melanggeng Kasus Pelecehan Seksual

 

(*)