Kerap Dinormalisasi, ini Dampak Buruk Toxic Productivity dalam Bekerja

Aulia Firafiroh - Minggu, 26 September 2021
produktifitas beracun
produktifitas beracun Dobrila Vignjevic

Parapuan.co- Kawan Puan, ternyata bekerja berlebih tidak baik bagi kehidupan kita karena merupakan toxic productivity.

Kondisi pandemi yang datang pada bulan Maret tahun lalu, membuat kita bekerja di rumah dan minim bersosialisasi.

Namun tidak semua karyawan bahagia dengan kebijakan bekerja di rumah.

Tak jarang pihak perusahaan menaikkan target pekerjaan dan menuntut karyawan untuk selalu produktif.

Tak heran jika overwork (bekerja melebihi jam kerja yang ditentukan) sering terjadi.

Baca juga: Tanda Kamu Mengalami Toxic Productivity dan Cara Mengatasinya

Saking terlalu totalitas dalam bekerja, kita sampai lupa terhadap orang-orang di sekitar dan diri sendiri.

Dari sisi kesehatan mental, terlalu banyak bekerja bisa menyebabkan kecemasan, burn out, hingga stres berkepanjangan.

Bekerja melebihi waktu juga banyak dinormalisasi oleh beberapa perusahaan yang disebut dengan hustle culture dan menciptakan toxic productivity.

Dilansir dari Vogue, toxic productivity adalah produktivitas bekerja yang berlebih dan tidak sehat dengan mengorbankan kesejahteraan.

Dr Anika Petrella, seorang psikoterapis di University College London Hospital juga membenarkan bahwa terlalu produktif bekerja tidak baik untuk kesehatan diri dan mental.

"Seringkali respons terhadap kecemasan internal, seperti ketakutan akan kritik, penilaian atau kegagalan, toxic productivity dapat menyebabkan perasaan negatif bahwa kita tidak pernah "memenuhi sasaran". Terlepas dari seberapa produktif kita, toxic productivity mendorong kita untuk menjadi sangat kritis dan tak henti-hentinya menuntut kita untuk memenuhi standar tinggi yang terinternalisasi," ujar Petrella.

Sementara tak sedikit orang yang memandang toxic productivity adalah suatu hal yang positif.

"Produktivitas beracun ini membuat kita merasa seperti kita tidak pernah cukup," kata Petrella mengutip dari Vogue.

Baca juga: Kenali Hustle Culture, Penyebab Pekerja Alami Burnout hingga Depresi

Hal itu ternyata menciptakan standar yang tidak realistis, tidak pernah merasa cukup, hingga menjadi hiper kritis kepada diri sendiri dan orang lain.

Apalagi, toxic productivity dapat menyebabkan penurunan kinerja kita di tempat kerja.

“Kita membuat lebih banyak kesalahan, keterampilan memecahkan masalah kita terganggu, dan kemampuan interpersonal kita ditantang,” papar Petrella. (*)

 

 

 

 

Sumber: Vogue
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh