Kerap Dinormalisasi, ini Dampak Buruk Toxic Productivity dalam Bekerja

Aulia Firafiroh - Minggu, 26 September 2021
produktifitas beracun
produktifitas beracun Dobrila Vignjevic

Dr Anika Petrella, seorang psikoterapis di University College London Hospital juga membenarkan bahwa terlalu produktif bekerja tidak baik untuk kesehatan diri dan mental.

"Seringkali respons terhadap kecemasan internal, seperti ketakutan akan kritik, penilaian atau kegagalan, toxic productivity dapat menyebabkan perasaan negatif bahwa kita tidak pernah "memenuhi sasaran". Terlepas dari seberapa produktif kita, toxic productivity mendorong kita untuk menjadi sangat kritis dan tak henti-hentinya menuntut kita untuk memenuhi standar tinggi yang terinternalisasi," ujar Petrella.

Sementara tak sedikit orang yang memandang toxic productivity adalah suatu hal yang positif.

"Produktivitas beracun ini membuat kita merasa seperti kita tidak pernah cukup," kata Petrella mengutip dari Vogue.

Baca juga: Kenali Hustle Culture, Penyebab Pekerja Alami Burnout hingga Depresi

Hal itu ternyata menciptakan standar yang tidak realistis, tidak pernah merasa cukup, hingga menjadi hiper kritis kepada diri sendiri dan orang lain.

Apalagi, toxic productivity dapat menyebabkan penurunan kinerja kita di tempat kerja.

“Kita membuat lebih banyak kesalahan, keterampilan memecahkan masalah kita terganggu, dan kemampuan interpersonal kita ditantang,” papar Petrella. (*)

 

 

 

 

Sumber: Vogue
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh