Pentingnya Buku KIA untuk Memantau Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak

Anna Maria Anggita - Kamis, 29 Juli 2021
Ilustrasi memantau kesehatan anak
Ilustrasi memantau kesehatan anak ImagingStocker

Parapuan.co - Kawan Puan, sebagai orang tua kita perlu memantau tumbuh kembang anak.

Untuk mengetahui tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya, Kawan Puan bisa menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Hal ini pun sesuai dengan rekomendasi WHO dan Kementerian Kesehatan RI yang menetapkan buku KIA sebagai alat pencatatan kesehatan ibu dan anak di tingkat keluarga.

Selain sebagai media pencatatan, Buku KIA juga digunakan sebagai media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi ibu hamil dan balita untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak secara rutin.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 75,2 persen ibu hamil dan 65,9 persen balita (0-59 bulan) memiliki Buku KIA.

Baca Juga: Penyebab Parosmia dan Cara Mengobatinya Bagi Penyintas Covid-19

Walaupun kepemilikan Buku KIA cukup tinggi, tapi ada tantangannya yakni pengisiannya yang belum optimal.

Hal yang sama pula disampaikan oleh Plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Drg. Kartini Rustandi, M. Kes dalam acara bertajuk "Pentingnya Buku KIA untuk Orang Tua Pantau Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak di Masa Pandemi," pada Kamis (29/07/2021).

Drg. Kartini menjelaskan bahwa pemanfaatan KIA di masyarakat belum sesusai harapan Kementerian Kesehatan.

Adapun persoalan lainnya, yakni pandemi yang akhirnya membuat layanan kesehatan baik puskesmas, klinik, rumah bersalin dan pusat pengobatan lainnya menjadi kurang memadai.

"Untuk itulah, kami melakukan kerja sama dengan berbagai pihak agar edukasi pemanfaatan Buku KIA sesuai sasaran, sehingga orangtua dapat memantau perkembangan anak balita dengan baik," jelasnya.

Baca Juga: Mengenal Parosmia, Gangguan Penciuman yang Dialami Penyintas Covid-19

Di mana menurut drg. Kartini, di masa pandemi pelayanan gizi dan kesehatan lebih diprioritaskan kepada kelompok balita dan ibu hamil serta menyusui yang berisiko.

"Pada sasaran berisiko, dilakukan dengan janji temu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Pemantauan pertumbuhan di posyandu menyesuaikan dengan kebijakan setempat. Jika posyandu tidak buka, orangtua dianjurkan untuk melakukan pemantauan secara mandiri dengan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),” tambah drg. Kartini.

Di sisi lain, drg. Kartini juga menjabarkan bahwa situasi Indonesia belum sepenuhnya lepas dari masalah kekurangan gizi anak, khususnya yang berusia di bawah lima tahun (balita).

Kondisi tersebut, tercermin dari prevalensi stunting (pendek) masih sebesar 27,7 persen sampai 2019, meskipun telah turun dari 30,8 persen pada tahun sebelumnya.

Namun tetap saja, angka tersebut mengindikasikan masih ada tiga dari 10 anak balita menderita stunting.

Angka tersebut juga jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni maksimal 20 persen dari jumlah total anak balita dalam satu negara.

Untuk menekan angka balita stunting sebesar 14 persen pada 2024 sesuai yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, intervensi percepatan penurunan stunting yang terintegrasi harus terus dioptimalkan.

Baca Juga: Kurangnya Pendonor Sukarelawan, PMI Surakarta Tak Miliki Stok Plasma

Di kesempatan yang sama, Koordinator Poksi Kesehatan Balita dan Anak Usia Prasekolah dr. Ni Made Diah, P.L.D., MKM menyatakan perlu penguatan edukasi untuk mendukung pemanfaatan Buku KIA terutama dalam kelengkapan pengisiannya oleh orangtua selama masa pandemi.

Tujuannya agar kesehatan dan tumbuh kembang anak tetap terpantau.

Di mana setiap informasi tentang kesehatan dan catatan khusus adanya kelainan pada ibu serta anak wajib tertulis dalam Buku KIA.

"Apabila mengalami kesulitan, orangtua bisa berkonsultasi kepada tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan didahului telekonsultasi sebelum janji temu," ujar dr, Ni Made Dilah. (*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria

Viral di TikTok, Kondisi Bell's Palsy Bukan Disebabkan Kipas Angin