Definisi dan Contoh Hate Speech yang Sering Dialami Perempuan

Arintha Widya - Rabu, 30 Juni 2021
ilustrasi hate speech
ilustrasi hate speech asiandelight

Parapuan.co - Istilah hate speech atau ujaran kebencian sudah dikenal di Indonesia cukup lama.

Hate speech atau ujaran kebencian ini juga banyak dialami oleh perempuan.

Perempuan kerap menjadi korban hate speech atau ujaran kebencian, baik di rumah, lingkungan pergaulan (sekolah, kampus), hingga di dunia kerja.

Sebelum membahas lebih jauh tentang hal tersebut, ada baiknya kamu pahami dulu makna dari istilah hate speech.

Baca Juga: Isu Rasial Asian Hate Meningkat, Ini Kisah Orang Asia-Amerika yang Jadi Korban

Definisi hate speech atau ujaran kebencian

Menurut PBB, tidak ada definisi hate speech yang khusus terkait ujaran kebencian maupun karakterisasinya berdasarkan hukum internasional.

Istilah ujaran kebencian dipahami sebagai segala jenis komunikasi dalam bentuk ucapan, tulisan, maupun perilaku yang menyerang atau menggunakan bahasa merendahkan atau diskriminatif.

Jenis komunikasi tersebut bisa mengacu pada seseorang atau kelompok, berdasarkan agama, suku, kebangsaan, ras, warna kulit, keturunan, jenis kelamin, atau identitas lainnya.

Ujaran kebencian bisa menimbulkan intoleransi, dan dalam konteks tertentu bisa merendahkan dan memecah belah.

Hate speech berbeda dengan menghasut walau sama-sama dapat memecah belah.

Penghasutan biasanya merupakan bentuk ucapan dan ajakan yang bersifat eksplisit dan disengaja untuk memicu permusuhan.

Sedangkan hate speech atau ujaran kebencian terkadang tidak disengaja, dan tidak ada larangan khusus untuk melakukannya menurut hukum internasional.

Namun, ujaran kebencian juga sama berbahayanya dengan hasutan jika tidak dihilangkan.

Baca Juga: Banyak Ujaran Kebencian, Yuk Lebih Beradab dan Berempati di Dunia Maya

Sayangnya, kita perempuan sering menerima hate speech ini baik di dunia maya maupun realita.

Hal ini dapat terlihat dalam riset PARAPUAN berjudul Pengalaman Perempuan Menerima Ujaran Kebencian, Seksisme, dan Misogini Selama Pandemi Covid-19.

Survey yang diikuti oleh 397 koresponden ini mengaku pernah mendapatkan ujaran kebencian, terutama selama pandemi Covid-19.

Sebanyak 31 persen di antaranya juga mengalami tindak kekerasan verbal seperti seksisme dan misogini.

Sejumlah responden mengaku, mereka tidak hanya mengalami ujaran kebencian, tetapi juga seksisme dan misogini sekaligus.

Hal ini tentu membuat perempuan merasa tidak aman dan nyaman berada di lingkungannya, bahkan sampai merasa rendah diri.

Sebanyak 10 persen perempuan mengalami ujaran kebencian, terlebih selama pandemi Covid-19.

Sementara 31 persen lainnya mengalami tindak kekerasan verbal seperti seksisme dan misogini.

Sejumlah responden mengaku, mereka tidak hanya mengalami ujaran kebencian, tetapi juga seksisme dan misogini sekaligus.

Hal ini tentu membuat perempuan merasa tidak aman dan nyaman berada di lingkungannya, bahkan sampai merasa rendah diri.

Contoh bentuk hate speech (ujaran kebencian)

Survey PARAPUAN juga mengungkap beberapa bentuk hate speech yang diterima perempuan selama pandemi Covid-19.

Ujaran kebencian sering kali diterima dalam bentuk verbal atau kalimat/ucapan yang dilontarkan secara langsung. 

Setidaknya, ada 61 persen responden yang mengaku menerima ujaran kebencian langsung lewat perkataan.

Ujaran tersebut berupa diskriminasi dan hinaan yang berkaitan dengan diri sendiri, semisal body shaming.

Contohnya ketika seseorang mencela tubuh/penampilan, menyebut lebih gendut, terlalu kurus, tidak cantik, dan masih banyak lagi.

Mirisnya, ujaran kebencian berupa body shaming ini paling sering dilontarkan oleh orang terdekar responden.

Bisa saudara, teman, kerabat yang jarang bertemu, yang kemudian mendapati adanya perbedaan penampilan dari responden dulu dan sekarang.

Baca Juga: Tanggapan Miss Universe Canada 2020 Terkait Komentar Negatif yang Diterimanya

Temuan dari PARAPUAN itu dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menghindari sikap menghina atau body shaming.

Bahwasanya, disengaja atau tidak, kata-kata hinaan dapat meninggalkan luka psikologis pada seseorang.

Untuk itu, Kawan Puan, mulailah dari diri sendiri untuk tidak melakukan hate speech kepada sesama.

Setelahnya, barulah kamu bisa mengajak dan mengedukasi orang-orang terdekat tentang hate speech lewat body shaming ini.

Mudah-mudahan informasi di atas menambah wawasan dan membuka hati serta pikiranmu, ya. (*)