Surat Terbuka dari Seorang Anak Dewasa untuk Orang Tua

Ericha Fernanda - Rabu, 9 Juni 2021
Surat terbuka untuk orang tua dari anak dewasa.
Surat terbuka untuk orang tua dari anak dewasa. freepik

 

Parapuan.co - Anak tetaplah anak bagi setiap orang tua, di mana merawat mereka sejak dalam kandungan hingga menjadi manusia dewasa seperti sekarang ini.

Menganggap mereka anak kecil adalah hal yang wajar, tapi sebagai orang tua tidaklah baik apabila terlalu ikut campur dengan segala urusan mereka.

Anak-anak sudah dewasa, sudah mengetahui dan bisa menanggung risiko dari keputusan yang mereka pilih.

Baca Juga: Ajarkan Hal Ini agar Anak Lebih Berani dan Tak menjadi Korban Bullying

Anak-anak juga sudah belajar banyak tentang hidup, meskipun orang tua bertahan lebih dulu dan lama, bukan berarti pengalaman akan hidup anak-anak juga kurang.

Bahkan sebagai orang dewasa, anak-anak membutuhkan penerimaan dan persetujuan dari orang tuanya.

Anak-anak ingin mereka terus bangga padanya, dan perasaan itu tidak pernah hilang.

Sebuah penelitian yang dilakukan Michelle P. Maidenberg Ph.D., MPH, LCSW-R, CGP yang ditunjukkan di laman Psychology Today mengambil jajak pendapat dari 50 orang dewasa dan meminta mereka untuk menuliskan satu hal yang mereka ingin orang tua mereka ketahui.

Mereka memiliki kesempatan untuk memikirkan salah satu atau kedua orang tua dan dapat menulis apa pun yang mereka rasakan, entah itu positif atau negatif.

Berikut ini surat yang mereka ingin ungkapkan kepada orang tua.

Surat Terbuka untuk Orang Tua

Ibu dan/atau Ayah yang terhormat,

Aku cinta kamu. Aku tidak selalu menyukaimu, tapi aku selalu mencintaimu.

Sebagai orang dewasa, aku menyadari penilaian saya tentangmu dan penilaianmu terhadapmu.

Beberapa penilaianku adalah sisa-sisa masa lalu, dan beberapa di antaranya kembali ke perilaku di masa sekarang.

Sama seperti kamu ingin bangga padaku, penting juga bagiku untuk bangga padamu. Aku ingin orang tua yang bisa kuhormati dan menghormatiku.

Sakit ketika Ayah/Ibu bereaksi karena frustrasi dan marah terhadapku.

Bahkan sebagai orang dewasa, aku tetap membutuhkan penerimaan dan persetujuanmu.

Aku hanya ingin terus membuatmu bangga padaku. Perasaan itu tidak pernah pudar. Harap perhatikan kekuatan dan karakteristik positifku.

Bicara tentang itu juga, daripada kebanyakan berfokus pada apa yang salah atau tidak benar dengan diriku.

Ketika Ayah/Ibu mengkritik aku, karena cinta, kamu berkata, karena mengkhawatirkanku, ingin melindungiku, atau menginginkan yang lebih baik untukku, itu menghancurkan jiwaku dan membuatku merasa tidak berguna dan tidak berharga.

Alih-alih membuat diriku berubah, itu justru sebaliknya dan membuatku merasa tidak aman, sadar diri, serta seperti ingin memberontak dan melawan.

Ayah/Ibu terkadang memiliki gagasan yang sudah terbentuk sebelumnya tentang caraku harus berpikir, merasakan, dan bertindak.

Ini mengecewakan ketika kamu membandingkanku dengan orang lain.

Baca Juga: Pedofilia: Pengertian, Gejala, dan Cara Mencegah Pelecehan Seksual Pada Anak

Aku adalah diriku sendiri. Aku bekerja sangat keras untuk sampai ke sini. Aku terus berubah setiap hari.

Tanyakan kepadaku tentang apa yang aku banggakan, apa yang aku perjuangkan, dan apa yang memaksaku.

Harap berkomitmen untuk mengenal dan memahamiku saat aku mengalami perubahan.

Tolong hormati individualitas dan kemandirianku, dan izinkan aku untuk menemukan jalanku sendiri.

Jika aku gagal, percayalah bahwa aku akan belajar darinya dan akan menjadi lebih baik dari itu.

Aku perlu mendengar Ayah/Ibu mengungkapkan betapa kamu mencintai dan peduli denganku.

Hanya memikirkannya atau berasumsi bahwa aku tahu itu tidak cukup.

Penting bagimu untuk secara eksplisit menjelaskan mengapa kamu bangga denganku, mencatat apa yang telah kucapai dan mengapa kamu peduli denganku.

Aku masih membutuhkan pengakuan dan kekagumanmu sebagai orang dewasa.

Aku memiliki kebutuhan yang melekat untuk diperhatikan dan dipuja olehmu.

Aku juga ingin merasa bahwa aku adalah prioritas utama dalam hidupmu.

Sebagian waktuku kuhabiskan bersamamu, Ayah/Ibu adalah cinta pertamaku tanpa syarat dan abadi.

Terima kasih telah mengajariku pelajaran hidup yang berharga.

Aku belajar melalui gaya pengasuhan dan perilakumu, melalui apa yang secara pribadi kamu ajarkan kepadaku, baik melihat dan mengalami apa yang tidak berhasil untuknya dan memutuskan untuk melakukan sesuatu secara berbeda untuk diriku sendiri.

Aku bersyukur atas semua pelajaran ini karena pengalaman itu membentuk diriku menjadi orang seperti sekarang ini.

Terima kasih telah mencintaiku, menuntunku, dan atas kesediaan Ayah/Ibu untuk membaca surat ini sehingga hubungan kita dapat terus berkembang dan tumbuh.

Cinta,

Anakmu. (*)

 Baca Juga: Lebih Disukai Anak, Pahami Karakteristik Gaya Pengasuhan Berwibawa

Sumber: Psychology Today
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh