Ini 3 Langkah yang Perlu Kita Lakukan Saat Menjadi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online

Putri Mayla - Senin, 15 Februari 2021
Ini 3 Langkah yang Perlu Dilakukan Saat Menjadi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online
Ini 3 Langkah yang Perlu Dilakukan Saat Menjadi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online Istock

Parapuan.co - Tak hanya di dunia nyata, perempuan juga masih sering menjadi korban kekerasan berbasis gender secara online.

Kekerasan berbasis gender online ini pun memiliki beragam bentuk, mulai dari pelecehan seksual, kekerasan verbal, eksploitasi, ancaman distribusi foto atau video, hingga peretasan akun media sosial. 

Sayangnya, kekerasan berbasis gender online ini semakin meningkat selama pandemi covid-19.

Melansir safenetKomnas Perempuan mencatat setidaknya ada sebanyak 659 kasus kekerasan berbasis online terjadi pada 2020 lalu.

Angka laporan ini dinilai mengalami peningkatan dibandingkan 2018 lalu, yang hanya memiliki 97 laporan kasus.

Dari kekerasan siber ini, korban banyak mengalami kekerasan siber berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran konten intim berupa foto dan video.

Sayangnya, kekerasan siber ini banyak dilakukan oleh orang dekat Kawan Puan lho.

Baca Juga: Simak 7 Mitos Tentang Kekerasan Domestik Yang Harus Kamu Ketahui

Pada 2019 lalu, Komnas Perempuan mendapati kasus laporan yang pelakunya 61 persen memiliki hubungan dekat dengan perempuan seperti pacar, mantan pacar, suami, atau mantan suami.

Sementara sisanya, pelaku merupakan orang yang tidak dikenal.

Kekerasan berbasis gender online ini perlu mendapat perhatian kita semua, terutama untuk memberi dukungan terhadap korban.

Sebab, korban kekerasan berbasis gender ini biasanya akan mengalami trauma mendalam yang merugikan kita.

Mulai dari mengalami depresi, kecemasan, dan ketakutan sampai bisa membuat korban melakukan tindakan bunuh diri.

Tak hanya psikologis, secara sosial, penyintas juga mengalami keterasingan sosial dengan menarik diri dari sosial, terutama saat korban mengalami kasus foto dan videonya didistribusikan.

Kalau secara ekonomi bagaimana?

Tak jarang korban pun terpaksa harus kehilangan penghasilan dan menjadikan mereka sebagai pengangguran.

Lalu, apa yang harus dilakukan kita sebagai korban kekerasan berbasis gender online ini ya?

Berikut tiga langkah untuk membantu korban kekerasan berbasis gender online. 

Baca Juga: Simak 7 Mitos Tentang Kekerasan Domestik Yang Harus Kamu Ketahui

1. Simpan Segala Bentuk Dokumen

Meskipun menyakitkan saat melihat bukti kekerasan kembali, tapi lebih baik kamu simpan semua bentuk kekerasan dari pelaku untuk dijadikan bukti.

Bukti yang dikumpulkan secara detail akan membantu kita mempermudah proses hukum. 

Kamu bisa mulai dengan cara membuat tangkapan layar seperti pesan teks, postingan di media sosial, konten yang dikirim, dan lain sebagainya.

2. Segera Hubungi Bantuan

Tak mudah menjalani kehidupan usai mendapati perilaku kekerasan.

Oleh sebab itu, kamu pastinya butuh bantuan tenaga professional untuk menguatkan dirimu. 

Dari segi hukum, Kawan Puan bisa menghubungi lembaga bantuan hukum (LBH) terdekat dari tempat tinggal, atau menghubungi LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) melalui lbhapik.or.id.

Baca Juga: Simak 7 Mitos Tentang Kekerasan Domestik Yang Harus Kamu Ketahui

Namun, bila Kawan Puan merasa lebih membutuhkan bantuan konseling untuk kondisi psikologis, kamu bisa menghubungi psikolog profesional terdekat atau melakukan konseling ke Yayasan Pulih (yayasanpulih.org).

Komnas Perempuan Indonesia juga menyediakan saluran khusus pengaduan dan rujukan untuk korban kekerasan seksual atau kekerasan berbasis gender.

Kamu bisa menghubungi melalui telepon di 021–3903963 dan 021–80305399, atau melalui surel ke mail@komnasperempuan.go.id.

3. Laporkan Pelaku

Sagat wajar terjadi bila kita merasa sakit hati, kesal, sampai trauma dengan pelaku.

Oleh sebab itu, tak ada salahnya kok, kalau kamu segera melaporkan segera pelaku. 

Di ranah online, korban melalui opsi untuk melaporkan dan memblokir pelaku atau akun-akun yang memberikan kita rasa tidak nyaman.(*)

Sumber: SAFENet,Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami