Sudah Banyak Uang Tapi Masih Korupsi, Mentalitas Rakus di Balik Kekayaan Pejabat

By Saras Bening Sumunar, Sabtu, 30 Agustus 2025

Pejabat korupsi, mentalitas rakus di balik kekayaan.

Parapuan.co - Korupsi bukan sekadar kejahatan, tetapi cermin dari mentalitas yang serakah dan sistem yang rapuh. Ironisnya, banyak pejabat yang sudah hidup dalam kemewahan, memiliki harta melimpah, fasilitas serba ada, dan jaminan masa depan, tetap saja tergoda untuk memperkaya diri secara ilegal.

Pertanyaannya, mengapa seseorang yang sudah kaya masih tega menjarah uang rakyat? Jawabannya bukan sesederhana 'kurang uang', melainkan kombinasi antara kerakusan pribadi, budaya kekuasaan, lemahnya penegakan hukum, serta lingkungan birokrasi yang permisif terhadap praktik kotor.

Kasus korupsi yang baru saja terkuak justru melibatkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer. Noel ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Kementerian Negera.

Noel ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (20/8/2025) malam. Tak sendiri, ada sepuluh tersangka selain Emmanuel Ebenezer, mereka adalah:

Nama-nama ini menambah daftar panjang KPK dan membuktikan bahwa kekayaan dan jabatan tinggi tidak cukup memuaskan bagi mereka yang rakus. Dari kepala daerah, anggota legeslatif, hingga pejabat di kursi kementerian, praktik korupsi seakan tak pandang bulu.

Mentalitas Rakus dai Balik Kekayaan pada Pejabat Negara

Menurut penulis, pejabat yang sudah kaya tetapi tetap korup bukanlah korban kebutuhan, melainkan keserakahan. Jika dilihat dari kacamata psikologis, ada istilah greed addiction atau kecanduan akan kekuasaan dan harta.

Menurut laman Psychology Todayketika seseorang terbiasa berada di puncak kekuasaan, memiliki akses terhadap fasilitas negara, dan menikmati gaya hidup mewah, maka batas antara cukup dan tidak pernah cukup menjadi samar.

Dari situ, korupsi kemudian dianggap bukan lagi pelanggaran moral, melainkan 'hak istimewa' karena merasa berkuasa. Penulis menilai, banyak pejabat lupa bahwa kekayaan yang dimiliki seharusnya menjadi alat untuk berbuat baik, bukan alasan untuk terus merampok uang publik.

Baca Juga: Menyoroti Skandal Korupsi Pertamina dan Dampaknya pada Perempuan