Parapuan.co - Apakah pernah Kawan Puan merasa waktu sehari-hari selalu terpotong-potong oleh notifikasi ponsel, email pekerjaan, atau urusan kecil rumah tangga? Jika iya, Kawan Puan tidak sendirian.
Terkhususnya para orang tua yang seharusnya beristirahat, namun tetap merasa sibuk dan “selalu siaga”, kenalilah bahwa ini kondisi yang populer disebut dengan istilah time confetti. Apa itu time confetti?
Melansir laman Parents, istilah time confetti pertama kali dipopulerkan oleh Brigid Schulte, penulis buku Over Work: Transforming the Daily Grind in the Quest for a Better Life. Ia mendeskripsikan fenomena ini sebagai perasaan ketika kita seperti mengerjakan suatu hal sepanjang waktu.
Sedangkan menurut terapis keluarga Alicia Brown, time confetti muncul ketika waktu kita tercerai-berai akibat teknologi dan kebiasaan multitasking. Misalnya, membaca email kantor sambil menemani anak bermain, membalas pesan singkat saat seharusnya membaca dongeng tidur, atau mengecek media sosial sambil menyiapkan makan malam.
Brown menegaskan, meskipun terlihat sibuk menyelesaikan banyak hal, yang terjadi sebenarnya hanyalah tumpukan interupsi kecil. “Fenomena ini merampas kesempatan orang tua untuk benar-benar hadir dalam hidup mereka,” ujarnya.
Mengapa Orang Tua Rentan Terjebak Time Confetti?
Jawabannya sederhana, karena orang tua jarang sekali benar-benar “off”. Tugas mengasuh anak adalah pekerjaan 24 jam, tidak hanya secara fisik, tapi juga mental. Pikiran mereka terus dibanjiri tanggung jawab, mulai dari urusan sekolah, pekerjaan, hingga kebutuhan rumah tangga.
Bahkan ketika ada sedikit waktu luang, berbagai kewajiban kecil sering muncul mendesak. Life coach, Jenn Brown menggambarkan bahwa fenomena time confetti adalah ketika kesibukan sehari-hari mengendalikan apa yang kita lakukan.
"Ada jeda waktu, tetapi selalu saja terisi urusan kecil. Entah balas email sekolah, unggah foto di portal, atau mengingat pembayaran sesuatu,” ujar Brown lagi.
Baca Juga: Psikolog Sebut Sederet Perbedaan Pola Asuh Zaman Dahulu dan Sekarang
Jika dibiarkan terus-menerus, time confetti menjadi jalan buntu yang berakhir pada kelelahan total atau burnout. Kondisi ini bukan sekadar rasa lelah biasa, tetapi bisa berdampak pada kesehatan mental, fisik, hingga hubungan dengan anak-anak.
Dampak Negatif Time Confetti
Dari sisi kesehatan mental, terlalu sering berada dalam keadaan “on” membuat sistem saraf terus berada di mode siaga tinggi. Akibatnya, orang tua terjebak dalam lingkaran stres, merasa semua hal mendesak, tetapi tak ada yang benar-benar berarti.
Dampak fisik juga dapat dirasakan. Orang tua yang terus-menerus kelelahan dapat memicu tanda-tanda burnout seperti sulit tidur, susah berkonsentrasi, nyeri tubuh, hingga gangguan pencernaan. Semua itu berawal dari tubuh yang tidak pernah mendapat kesempatan untuk istirahat dan pulih.
Yang lebih mengkhawatirkan, time confetti bisa merusak hubungan orang tua dengan anak. Saat perhatian selalu terpecah, interaksi berubah menjadi “setengah hadir”. Anak-anak merasakan bahwa orang tua secara fisik ada, tetapi pikiran mereka tersita oleh ponsel atau pekerjaan.
Dalam jangka panjang, anak bisa menafsirkan kondisi ini sebagai persaingan dengan perangkat elektronik atau tugas lain. Mereka mulai meragukan pentingnya diri mereka bagi orang tua. Hal ini tentu dapat mengurangi kepercayaan dan kedekatan emosional dalam keluarga.
Cara Mencegah Time Confetti
Masih dilansir dari laman Parents, disebutkan beberapa langkah yang sederhana. Pertama, kelompokkan tugas-tugas kecil dalam satu blok waktu tertentu. Pakar manajemen waktu, Megan Sumrell menyarankan agar orang tua menetapkan jadwal khusus untuk merespons email atau pesan, sehingga tidak terus-menerus terganggu sepanjang hari.
Baca Juga: Dampak Positif Gaya Parenting Latte Dad Bagi Anak, Ibu, dan Keluarga
Kedua, manfaatkan teknologi secara bijak. Fitur seperti do not disturb, aplikasi pemblokir media sosial, atau pengaturan notifikasi bisa membantu waktu keluarga tetap terlindungi dari gangguan digital. “Biarkan teknologi bekerja untuk Anda, bukan sebaliknya,” ujar Brown.
Ketiga, rencanakan waktu dengan lebih terstruktur. Orang tua disarankan menyiapkan jadwal mingguan, baik dalam bentuk kalender digital maupun catatan manual. Dengan begitu, ada ruang khusus untuk fokus pada pekerjaan, waktu bersama keluarga, serta waktu istirahat.
Keempat, jangan lupakan pentingnya mengatur waktu istirahat. Sumrell mengingatkan, dua jam kosong di antara kegiatan bukan berarti harus diisi dengan janji baru. Waktu hening dan istirahat adalah kebutuhan, bukan kemewahan.
Terakhir, izinkan diri untuk tidak melakukan apa pun. Banyak orang merasa gagal jika tidak produktif setiap menit, padahal otak dan tubuh butuh jeda untuk pulih. Menikmati momen sederhana bersama keluarga tanpa distraksi adalah bagian penting dari kesehatan emosional.
Dengan ini semua, time confetti mungkin tidak bisa sepenuhnya dihindari, terutama di era digital. Namun, dengan kesadaran dan strategi yang tepat, orang tua bisa mengurangi dampaknya. Sehingga, kualitas kebersamaan dengan keluarga akan jauh lebih berharga dibanding sekadar melakukan aktivitas lainnya tanpa henti.
(*)
Putri Renata