Kamila Andini Sebut Film Barunya Four Seasons in Java Membongkar Luka Ibu Pertiwi

Arintha Widya - Sabtu, 30 Agustus 2025
Kamila Andini ungkap kisah di balik film Four Seasons in Java.
Kamila Andini ungkap kisah di balik film Four Seasons in Java. Dok. Netflix

Parapuan.co - Sutradara kenamaan Indonesia, Kamila Andini, tengah menyiapkan karya terbarunya berjudul Four Seasons in Java atau judul bahasa Indonesianya Empat Musim Pertiwi, sebuah drama realisme magis yang ia sebut sebagai "cerita paling sulit yang pernah saya buat".

Film ini mengangkat kisah tentang luka pribadi, benturan dengan modernitas, serta bagaimana kuasa sering meninggalkan trauma yang mendalam di masyarakat Indonesia. Dikutip dari Variety, begini kisah luka dan trauma yang digambarkannya melalui film Four Seasons in Java.

Kisah Pertiwi: Simbol Ibu Pertiwi dan Luka yang Tak Pernah Usai

Film ini berkisah tentang tokoh Pertiwi, seorang perempuan yang kembali ke desanya setelah lebih dari satu dekade dipenjara karena membunuh pria yang mencoba memperkosanya. Saat ia pulang, listrik baru saja masuk ke desa tersebut—sebuah simbol modernitas yang justru beradu dengan trauma masa lalunya.

"Pembangunan di negara kita itu mahal sekali biayanya. Kita membayarnya dengan tubuh, air mata, darah, dan nyawa. Namun, kita masih sangat tertinggal. Sebagian besar pembangunan tidak memberi masa depan bagi rakyat, tapi hanya memenuhi kebutuhan politik orang-orang yang mengejar kuasa, dan meninggalkan trauma bagi masyarakat," ungkap Kamila.

Nama Pertiwi sendiri bukan kebetulan. Dalam budaya Jawa, Ibu Pertiwi adalah lambang bumi, sumber kehidupan. Kamila menjelaskan, "Karakter ini adalah metafora dari Indonesia. Saya terus melihat bagaimana para pemimpin menjual dan merusak tanah kita tanpa melihatnya sebagai sumber kehidupan."

Perempuan, Kuasa, dan Trauma Kolektif

Lewat perjalanannya, Pertiwi berhadapan dengan empat pria yang dahulu menjebloskannya ke penjara—dan kini menguasai desa. Bersama kelompok marjinal seperti mantan pekerja seks, penyandang disabilitas, hingga mereka yang dianggap “tidak waras”, Pertiwi menemukan bahwa ketidakadilan masa lalu masih terus berulang dalam wajah baru.

Kisah ini terasa sangat relevan dengan kondisi saat ini. Kamila menuturkan,
"Cerita ini berdasarkan banyak hal yang terjadi di Indonesia kontemporer. Pemadaman listrik masih sering terjadi. Pelecehan seksual pun masih marak, dan banyak dilakukan oleh orang-orang berkuasa."

Baca Juga: Karakter Perempuan Acha Septriasa di Sinopsis Film Suami yang Lain

Lebih menyayat lagi, naskah film ini ternyata bersinggungan dengan berita nyata. "Saat saya menulis naskah, muncul berita tentang seorang anak perempuan yang mengalami pelecehan seksual berulang kali oleh 11 orang berkuasa. Dan baru kemarin, ada seorang gadis ditemukan diperkosa dan tewas di perkebunan sawit," papar Kamila Andini.

"Cerita-cerita ini terus bermunculan bahkan ketika saya sedang membuat film. Jujur, tidak mudah untuk saya membuat cerita semacam ini karena hati saya hancur setiap kali mendengarnya. Tapi saya merasa inilah waktunya untuk membicarakan hal ini," imbuhnya.

Produksi yang Menantang

Four Seasons in Java diproduksi oleh Forka Films, rumah produksi yang Kamila dirikan bersama pasangannya, Ifa Isfansyah. Bagi Ifa, proyek ini merupakan tantangan baru.

"Setiap kali bekerja dengan Kamila, saya selalu ingin meningkatkan nilai produksi. Tapi kali ini berbeda—lokasinya di gunung, penuh tantangan logistik dan teknis. Kamila ingin mengeksplorasi alam dan teknologi, sesuatu yang belum pernah kami lakukan sebelumnya," jelasnya.

Film ini juga melibatkan banyak mitra internasional, mulai dari Belanda, Norwegia, Prancis, Jerman, hingga Singapura. Ifa menekankan pentingnya kerja sama lintas negara tersebut: "Setiap partner membawa perspektif berbeda. Dari awal saya hanya yakin pada satu hal: percaya pada visi Kamila."

Lebih dari Sekadar Film

Bagi Kamila, partisipasi dalam Venice Gap-Financing Market bukan hanya soal mencari dana pascaproduksi, tapi juga soal membangun jejaring. "Bertemu orang-orang yang percaya pada cerita ini dan mendukung suara yang ingin saya angkat adalah bentuk kekuatan kolektif yang saya cari," katanya.

Sementara Ifa berharap film ini bisa membuka diskusi penting, khususnya bagi mereka yang berada di posisi kuasa. "Di setiap wilayah selalu ada orang berkuasa. Mereka sering merasa telah menolong yang lemah dengan caranya sendiri, tapi justru membuat dominasi semakin timpang," ujarnya.

Baca Juga: Sutradara Perempuan Kamila Andini Siap Garap Film Four Seasons in Java

Singkatnya, Four Seasons in Java bukan sekadar film, tetapi refleksi atas realitas yang masih menghantui banyak perempuan dan masyarakat di Indonesia.

Dari persoalan pelecehan seksual hingga pembangunan yang merampas ruang hidup, Kamila Andini menegaskan bahwa seni bisa menjadi ruang untuk membuka luka—agar kita tak lagi pura-pura lupa.

(*)

Sumber: Variety
Penulis:
Editor: Arintha Widya