Parapuan.co - Di era digital yang serba cepat seperti sekarang, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari membantu pekerjaan, memberikan rekomendasi, hingga menyederhanakan berbagai proses yang sebelumnya rumit dan memakan waktu.
Namun, di balik kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan, terlalu sering mengandalkan AI justru dapat menimbulkan dampak yang tidak disadari, baik pada pola berpikir, kreativitas, maupun interaksi sosial kamu.
Ketika hampir setiap keputusan, ide, dan aktivitas dikendalikan oleh sistem otomatis, tanpa disadari kemampuan analisis kritis dan intuisi alami perlahan bisa melemah karena otak kamu menjadi terbiasa menerima jawaban instan tanpa proses eksplorasi mendalam.
Selain itu, jika kamu terlalu sering menggunakan AI untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ada risiko berkurangnya empati dan keterampilan komunikasi, karena interaksi manusia semakin tergantikan oleh percakapan dengan mesin.
Oleh karena itu, memahami dampak penggunaan AI secara berlebihan menjadi hal penting agar kamu bisa menyeimbangkan pemanfaatan teknologi dengan tetap mempertahankan kemampuan kognitif dan sosial secara optimal.
Bahaya Terlalu Sering Menggunakan AI
1. Membahayakan Proses Pembelajaran
Menurut Time Magazine yang dikutip dari Kompas, peneliti di Media Lab MIT melakukan sebuah studi terhadap 54 subjek berusia 18 hingga 39 tahun di Boston, Amerika Serikat. Dibagi menjadi tiga kelompok, mereka diminta untuk menuliskan sejumlah esai menggunakan ChatGPT, Google, dan tanpa aplikasi apapun.
Hasilnya, kelompok pengguna ChatGPT memiliki keterlibatan otak terendah dan berkinerja buruk pada tingkat neutral, linguistik, dan perilaku. Mereka cenderung hanya menyalin hasil AI karena semakin malas mengerjakan setiap esai berikutnya.
Baca Juga: Perempuan Perlu Tahu Risiko Sering Mengunggah Foto ke Chat GPT
Hasilnya pun menjadi sangat mirip dengan satu sama lain, artinya tidak orisinil dan mengandalkan ide yang sama. Kondisi ini menjadi sangat mudah untuk dikenali karena tidak berjiwa ketika dinilai oleh guru.
Tidak Kreatif, Kritis, dan Daya Ingat Rendah
Berbeda dengan kelompok yang memanfaatkan Google atau hanya menggunakan murni pengerjaan otak. Mereka cenderung lebih aktif dan rasa ingin tahunya besar.
Bahkan, menunjukkan konektivitas saraf yang tinggi untuk kreativitas, beban memori, hingga pemrosesan semantik. Meski menggunakan AI dikenal efisien dan praktis, tidak ada integrasi langsung dengan jaringan memori dalam otak.
Hal ini dibuktikan melalui eksperimen ketika subjek penelitian diminta menulis ulang salah satu esai yang telah mereka buat sebelumnya. Kelompok yang awalnya menggunakan ChatGPT harus menulis ulang tanpa bantuan AI, sedangkan kelompok yang sebelumnya tidak menggunakan AI justru diperbolehkan memakainya.
Alhasil, kelompok yang awalnya menggunakan AI hanya mengingat sedikit esai yang mereka tulis. Sedangkan, kelompok murni otak dapat menunjukkan daya yang lebih baik.
Artinya, jika AI digunakan secara tepat, bisa saja mendukung pembelajaran.
"Dari sudut pandang psikiatris, saya melihat bahwa ketergantungan yang berlebihan penggunaan AI ini dapat menimbulkan konsekuensi psikologis dan kognitif yang tidak diinginkan, terutama bagi anak muda yang otaknya masih berkembang," ujar Zishan Khan, seorang Psikiater yang menangani anak dan remaja.
Baca Juga: Keracunan Sodium Bromida Usai Tanya Soal Kesehatan ke ChatGPT, Ini Bahayanya
(*)