Data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mencatat, sepanjang 2015–2024 terdapat 2.705.210 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP) yang belum tertangani secara optimal.
Selain itu, sejumlah kebijakan publik juga dinilai meningkatkan kerentanan perempuan. Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, misalnya, berdampak pada lonjakan harga kebutuhan pokok.
Proyek Strategis Nasional sejak 2016 pun turut menimbulkan persoalan pelanggaran HAM, kerusakan lingkungan, konflik sosial, hingga penggusuran dan kriminalisasi.
"Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu ancaman krisis pangan, energi, ekonomi, dan semakin mengancam kesejahteraan perempuan," jelas Chatarina.
Menutup pernyataannya, Maria Ulfah menegaskan bahwa perjuangan penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan komitmen bersama.
"Delapan puluh tahun Indonesia merdeka, kompleksitas berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan membutuhkan komitmen bersama untuk mempercepat upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban secara sistemik. Negara, terutama pemerintah, harus lebih serius dalam menjalankan komitmen ini," pungkasnya.
Baca Juga: Hari Kebangkitan Teknologi Nasional: Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan di Dunia Maya
(*)