Parapuan.co - Pembahasaan dan kampanye tentang kesetaraan gender yang banyak digaungkan seakan telah mengubah kehidupan perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia. Sayangnya, sebuah survei yang dilakukan oleh UN Women pada Maret 2025 lalu justru menunjukkan fakta yang berbeda.
Data tersebut malah menemukan adanya peningkatkan kekhawatiran tentang kurangnya kemajuan dalam kesetaraan gender. Bahkan satu dari empat negara mengalami berbagai masalah yang memberatkan perempuan.
Contohnya, kemunduran terhadap hak-hak perempuan, kekerasan berbasis gender yang meningkat, hingga kesenjangan digital gender yang semakin meleber.
Data juga menunjukkan bahwa hampir 75 persen pembuatan kebijakan saat ini adalah laki-laki. Bukan itu saja, sebanyak lebih dari 103 negara belum pernah memiliki kepala negara perempuan.
Dengan temuan tersebut, menunjukkan fakta bahwa kesetaraan dalam kepemimpinan masih menjadi masalah yang serius. Bahkan perempuan belum benar-benar mendapatkan posisi setara dalam parlemen.
Di sisi lain, ketika kebijakan ditetapkan terutama oleh laki-laki, prioritas gender sering kali tidak jadi sorotan utama. Ketiadaan suara perempuan di posisi kekuasaan memastikan bahwa isu-isu seperti kesetaraan upah, kekerasan berbasis gender, akses layanan kesehatan reproduktif, hingga beban kerja perawatan keluarga sering kali diabaikan.
Lebih lanjut, fakta bahwa 103 negara belum pernah dipimpin oleh perempuan menunjukkan wajah lain dari ketimpangan. Padahal keberadaan pemimpin perempuan tidak hanya memiliki nilai simbolis saja, tapi mereka juga cenderung membuka ruang bagi legislasi lebih progresif mengenai hak-hak perempuan, perlindungan kesehatan ibu, dan pendidikan anak perempuan.
Dampak dari Ketimpangan Kepemimpinan
Saat perempuan hampir tidak terwakili dalam posisi-posisi kunci yang menentukan arah kebijakan, persoalan-persoalan yang secara tidak seimbang memengaruhi kehidupan dan kesejahteraan perempuan.
Baca Juga: Upaya Percepatan Kesetaraan Gender di Indonesia dan Apresiasi dari UN Women