Keterwakilan Perempuan di Parlemen Rendah, 75 Persen Pembuat Kebijakan Dikuasai Laki-Laki

Saras Bening Sumunar - Minggu, 10 Agustus 2025
Keterwakilan perempuan di politik.
Keterwakilan perempuan di politik. shironosov

Misalnya seperti kekerasan berbasis gender dalam berbagai bentuknya, kebutuhan sistem perawatan dan layanan penitipan anak yang memadai, kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan, serta kebijakan lingkungan yang berimplikasi pada beban kerja perawatan dan ketahanan rumah tangga. Seringkali masalah-masalah ini tidak diutamakan atau bahkan luput dari perhatian pembuat kebijakan.

Hal ini terjadi jika kebijakan diambil dari sudut pandang mayoritas pengambil keputusan yang didominasi laki-laki, sehingga perumusan dan implementasi kebijakan menjadi kurang peka terhadap perbedaan kebutuhan gender dan berisiko menghasilkan solusi yang bersifat umum atau tidak efektif bagi kelompok perempuan.

Lebih jauh lagi, ketiadaan figur perempuan dalam parlemen dan struktur politik juga memiliki efek tersendiri terhadap generasi muda. Mereka (generasi muda perempuan) menilai bahwa jalur karier menuju posisi berpengaruh bukanlah sesuatu yang mudah dicapai oleh perempuan.

Sehingga motivasi untuk mengejar pendidikan tinggi, membangun jaringan profesional, atau mengambil risiko politik menjadi tereduksi. Situasi ini seakan memperkecil peluang terbentuknya pipeline kepemimpinan perempuan yang kuat karena berkurangnya mentor, role model, dan akses ke peluang yang biasa mendorong kenaikan ke jabatan strategis.

Mengapa Kuota Perempuan Diperlukan di Parlemen?

Merujuk dari laman UN Womenadanya keterwakilan perempuan di parlemen sangat diperlukan. Di banyak negara, perempuan menghadapi hambatan berlapis, mulai dari stereotip gender yang menempatkan politik sebagai domain maskulin, beban ganda pekerjaan rumah tangga yang masih diberatkan pada perempuan, hingga kekerasan politik berbasis gender.

Tanpa kebijakan yang diambil dari sisi perempuan, aturan-aturan yang dibuat belum tentu dapat mengoreksi ketimpangan yang mengakar. Kehadiran perempuan di parlemen dan kepemimpinan politik membawa perspektif baru yang mencerminkan realitas sosial lebih luas.

Isu-isu seperti kesehatan ibu dan anak, kesetaraan gaji, perlindungan pekerja rumah tangga, hingga kebijakan lingkungan berkelanjutan cenderung mendapat perhatian lebih ketika perempuan duduk di kursi pengambil keputusan. Maka dari itu, pentingnya keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi strategis pengambil keputusan untuk bisa mewujudkan kebijakan yang lebih inklusif. 

Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan di Parlemen Menurun Hanya 27,5 Persen di Dunia, Kenapa?

(*)