Keterwakilan Perempuan di Parlemen Rendah, 75 Persen Pembuat Kebijakan Dikuasai Laki-Laki

Saras Bening Sumunar - Minggu, 10 Agustus 2025
Keterwakilan perempuan di politik.
Keterwakilan perempuan di politik. shironosov

Parapuan.co - Pembahasaan dan kampanye tentang kesetaraan gender yang banyak digaungkan seakan telah mengubah kehidupan perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia. Sayangnya, sebuah survei yang dilakukan oleh UN Women pada Maret 2025 lalu justru menunjukkan fakta yang berbeda.

Data tersebut malah menemukan adanya peningkatkan kekhawatiran tentang kurangnya kemajuan dalam kesetaraan gender. Bahkan satu dari empat negara mengalami berbagai masalah yang memberatkan perempuan.

Contohnya, kemunduran terhadap hak-hak perempuan, kekerasan berbasis gender yang meningkat, hingga kesenjangan digital gender yang semakin meleber.

Data juga menunjukkan bahwa hampir 75 persen pembuatan kebijakan saat ini adalah laki-laki. Bukan itu saja, sebanyak lebih dari 103 negara belum pernah memiliki kepala negara perempuan.

Dengan temuan tersebut, menunjukkan fakta bahwa kesetaraan dalam kepemimpinan masih menjadi masalah yang serius. Bahkan perempuan belum benar-benar mendapatkan posisi setara dalam parlemen.

Di sisi lain, ketika kebijakan ditetapkan terutama oleh laki-laki, prioritas gender sering kali tidak jadi sorotan utama. Ketiadaan suara perempuan di posisi kekuasaan memastikan bahwa isu-isu seperti kesetaraan upah, kekerasan berbasis gender, akses layanan kesehatan reproduktif, hingga beban kerja perawatan keluarga sering kali diabaikan.

Lebih lanjut, fakta bahwa 103 negara belum pernah dipimpin oleh perempuan menunjukkan wajah lain dari ketimpangan. Padahal keberadaan pemimpin perempuan tidak hanya memiliki nilai simbolis saja, tapi mereka juga cenderung membuka ruang bagi legislasi lebih progresif mengenai hak-hak perempuan, perlindungan kesehatan ibu, dan pendidikan anak perempuan.

Dampak dari Ketimpangan Kepemimpinan

Saat perempuan hampir tidak terwakili dalam posisi-posisi kunci yang menentukan arah kebijakan, persoalan-persoalan yang secara tidak seimbang memengaruhi kehidupan dan kesejahteraan perempuan.

Baca Juga: Upaya Percepatan Kesetaraan Gender di Indonesia dan Apresiasi dari UN Women

Misalnya seperti kekerasan berbasis gender dalam berbagai bentuknya, kebutuhan sistem perawatan dan layanan penitipan anak yang memadai, kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan, serta kebijakan lingkungan yang berimplikasi pada beban kerja perawatan dan ketahanan rumah tangga. Seringkali masalah-masalah ini tidak diutamakan atau bahkan luput dari perhatian pembuat kebijakan.

Hal ini terjadi jika kebijakan diambil dari sudut pandang mayoritas pengambil keputusan yang didominasi laki-laki, sehingga perumusan dan implementasi kebijakan menjadi kurang peka terhadap perbedaan kebutuhan gender dan berisiko menghasilkan solusi yang bersifat umum atau tidak efektif bagi kelompok perempuan.

Lebih jauh lagi, ketiadaan figur perempuan dalam parlemen dan struktur politik juga memiliki efek tersendiri terhadap generasi muda. Mereka (generasi muda perempuan) menilai bahwa jalur karier menuju posisi berpengaruh bukanlah sesuatu yang mudah dicapai oleh perempuan.

Sehingga motivasi untuk mengejar pendidikan tinggi, membangun jaringan profesional, atau mengambil risiko politik menjadi tereduksi. Situasi ini seakan memperkecil peluang terbentuknya pipeline kepemimpinan perempuan yang kuat karena berkurangnya mentor, role model, dan akses ke peluang yang biasa mendorong kenaikan ke jabatan strategis.

Mengapa Kuota Perempuan Diperlukan di Parlemen?

Merujuk dari laman UN Womenadanya keterwakilan perempuan di parlemen sangat diperlukan. Di banyak negara, perempuan menghadapi hambatan berlapis, mulai dari stereotip gender yang menempatkan politik sebagai domain maskulin, beban ganda pekerjaan rumah tangga yang masih diberatkan pada perempuan, hingga kekerasan politik berbasis gender.

Tanpa kebijakan yang diambil dari sisi perempuan, aturan-aturan yang dibuat belum tentu dapat mengoreksi ketimpangan yang mengakar. Kehadiran perempuan di parlemen dan kepemimpinan politik membawa perspektif baru yang mencerminkan realitas sosial lebih luas.

Isu-isu seperti kesehatan ibu dan anak, kesetaraan gaji, perlindungan pekerja rumah tangga, hingga kebijakan lingkungan berkelanjutan cenderung mendapat perhatian lebih ketika perempuan duduk di kursi pengambil keputusan. Maka dari itu, pentingnya keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi strategis pengambil keputusan untuk bisa mewujudkan kebijakan yang lebih inklusif. 

Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan di Parlemen Menurun Hanya 27,5 Persen di Dunia, Kenapa?

(*)