Hari Kebangkitan Teknologi Nasional: Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan di Dunia Maya

Arintha Widya - Rabu, 13 Agustus 2025
Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan di Dunia Maya
Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan di Dunia Maya iStockphoto

Parapuan.co - Tahun ini, Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, 12 Agustus, seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan arah kemajuan digital kita. Siaran pers Komnas Perempuan yang dikutip PARAPUAN menggarisbawahi satu pesan penting, yaitu ketika teknologi, termasuk kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), hanya akan benar-benar bermakna jika ia berpihak pada kesetaraan gender, mencegah kekerasan, dan menghapus diskriminasi terhadap perempuan.

Sayangnya, kenyataan di lapangan jauh dari ideal. Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 Komnas Perempuan mencatat 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat hampir 10% dari tahun sebelumnya. Lonjakan paling mengkhawatirkan justru datang dari kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang meroket 40,8%.

Bentuknya beragam: ancaman daring (online threats), pelecehan seksual digital (cyber sexual harassment), distribusi konten pribadi tanpa izin (malicious distribution), pemerasan seksual (sexploitation), pelanggaran privasi, hingga penipuan.

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa dunia digital kini telah menjadi ruang yang rawan, di mana pelaku dapat dengan mudah “menyusup” ke ranah paling privat korban melalui berbagai aplikasi. Alih-alih menjadi sarana kemajuan, teknologi justru berisiko menjadi alat baru yang melanggengkan kekerasan jika tidak diatur dengan kebijakan yang responsif gender.

Perspektif dari Lapangan: Tantangan KBGO Menurut Direktur Eksekutif SAFEnet

Dalam sebuah wawancara dengan PARAPUAN, Nenden Sekar Arum Direktur Eksekutif SAFEnet menyoroti fakta bahwa banyak korban KBGO tidak mendapatkan perlindungan memadai, bukan hanya karena pelaku sulit dilacak, tapi juga karena proses hukum yang panjang dan melelahkan. Banyak korban memilih diam karena takut disalahkan, bahkan oleh aparat penegak hukum.

Nenden juga menekankan bahwa literasi digital perempuan masih timpang. Banyak yang belum memahami bagaimana melindungi data pribadi atau mengenali modus pelaku di dunia maya.

Ia menyebut, “Di ruang digital, perempuan menghadapi kekerasan yang sifatnya repeatable—sekali data pribadi tersebar, dampaknya bisa menghantui seumur hidup.”

Masalah lain yang ia tekankan adalah minimnya koordinasi antar lembaga dalam menangani laporan KBGO. Basis data kekerasan terhadap perempuan yang terintegrasi belum berjalan optimal, sehingga upaya pencegahan sulit dilakukan secara sistematis.

Baca Juga: Direktur Eksekutif SAFEnet Ungkap Tantangan dan Perkembangan Advokasi Hak Digital di Indonesia

Sumber: Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Arintha Widya