Tantangan Pemberian ASI Eksklusif bagi Ibu Bekerja, Bagaimana Mengatasinya

Arintha Widya - Senin, 4 Agustus 2025
Tantangan ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif.
Tantangan ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif. iStockphoto

Parapuan.co - Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan merupakan salah satu langkah paling krusial dalam menjamin pertumbuhan dan kesehatan optimal bayi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara tegas merekomendasikan agar bayi diberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama, tanpa tambahan makanan atau minuman lain, termasuk air putih.

Setelahnya, bayi dapat mulai dikenalkan pada makanan pendamping, namun tetap melanjutkan pemberian ASI hingga usia dua tahun atau lebih. Menurut WHO, ASI mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan bayi dalam enam bulan pertama kehidupan, termasuk antibodi yang membantu melindungi dari penyakit umum masa kanak-kanak seperti diare dan pneumonia—dua penyebab utama kematian bayi di seluruh dunia.

Selain itu, ASI juga terbukti mendukung perkembangan otak dan memperkuat ikatan emosional antara ibu dan anak. Namun, walau sudah mengetahui pentingnya ASI eksklusif, banyak ibu bekerja di Indonesia menghadapi dilema besar dalam mempertahankan praktik ini ketika kembali ke dunia kerja setelah cuti melahirkan.

Tantangan Nyata yang Dihadapi

Nyatanya, banyak ibu bekerja yang menghadapi berbagai tantangan, baik dari perusahaan maupun tidak adanya dukungan di rumah. Beberapa hal yang menjadi tantangan bagi ibu bekerja untuk menyusui secara eksklusif, yang juga berdasarkan pengalaman penulis, antara lain: 

1. Waktu yang terbatas: rutinitas kerja membuat ibu sulit menemukan waktu memerah ASI secara ideal (seperti setiap 2–3 jam sekali).

2. Fasilitas di tempat kerja yang minim: belum semua kantor menyediakan ruang laktasi atau kebijakan fleksibel untuk ibu menyusui.

3. Stigma atau beban psikologis: beberapa ibu merasa tidak nyaman memerah di lingkungan kerja, atau merasa bersalah meninggalkan tugas kantor demi pumping.

Tips Menghadapi Tantangan

Baca Juga: Menciptakan Lingkungan Ramah Ibu Menyusui Sesuai Rekomendasi WHO

Berikut beberapa pendekatan yang bisa diterapkan oleh ibu bekerja agar tetap bisa memberikan ASI eksklusif, sesuai pengalaman pribadi:

1. Atur Jadwal Exclusive Pumping di Kantor dan Luar Rumah

Buat jadwal rutin memerah setidaknya setiap 2–3 jam sekali. Gunakan pompa berkualitas, kantong ASIP, dan cooler bag agar ASI tetap aman dan higienis. Bila sulit untuk memompa ASI 2-3 jam sekali atau hanya bisa di waktu istirahat, gunakan alat penampung ASI yang dipakai di payudara. Alat ini setidaknya dapat menampung ASI sementara waktu yang kemudian bisa kamu pindahkan ke kantong ASIP.

2. Kembangkan Fasilitas Laktasi Secara Proaktif

Ajukan permintaan fasilitas atau ruang laktasi ke HR/capster kantor. Jelaskan manfaat bagi kesehatan ibu dan bayi serta produktivitas kerja. Bila tidak memungkinkan ini, mintalah pengertian pada rekan kerja agar kamu bisa memompa ASI di tempat duduk dengan mengenakan kain penutup.

3. Ciptakan Suasana yang Mendukung

Alih-alih hanya memikirkan teknis, penting juga membangun atmosfer di kantor yang suportif—baik dari atasan maupun rekan kerja.

4. Gunakan Metode Pemberian Alternatif

Hindari dot yang bisa menyebabkan bingung puting. Gunakan cup feeder atau sendok untuk memberikan ASIP kepada bayi agar tetap nyaman menyusu langsung nantinya.

Baca Juga: Pentingnya Beri ASI Eksklusif, Ini Manfaat MengASIhi bagi Ibu dan Bayi

5. Perhatikan Kesehatan Mental dan Fisik Ibu

Ibu yang stres dapat mengalami penurunan produksi ASI. Maka itu, penting bagimu untuk menjaga nutrisi, istirahat cukup, dan mintalah dukungan keluarga (khususnya pasangan) untuk meringankan beban.

6. Manfaatkan Konsultasi Laktasi

Bila muncul masalah seperti payudara bengkak atau produksi ASI menurun, segera konsultasi ke konselor laktasi, baik secara daring atau di puskesmas.

7. Pertimbangkan Fleksibilitas Kerja

Jika memungkinkan, diskusikan opsi WFH (work from home) atau jadwal fleksibel untuk memudahkan pump dan manajemen waktu.

(*)

Sumber: WHO
Penulis:
Editor: Arintha Widya