Parapuan.co - Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan merupakan salah satu langkah paling krusial dalam menjamin pertumbuhan dan kesehatan optimal bayi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara tegas merekomendasikan agar bayi diberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama, tanpa tambahan makanan atau minuman lain, termasuk air putih.
Setelahnya, bayi dapat mulai dikenalkan pada makanan pendamping, namun tetap melanjutkan pemberian ASI hingga usia dua tahun atau lebih. Menurut WHO, ASI mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan bayi dalam enam bulan pertama kehidupan, termasuk antibodi yang membantu melindungi dari penyakit umum masa kanak-kanak seperti diare dan pneumonia—dua penyebab utama kematian bayi di seluruh dunia.
Selain itu, ASI juga terbukti mendukung perkembangan otak dan memperkuat ikatan emosional antara ibu dan anak. Namun, walau sudah mengetahui pentingnya ASI eksklusif, banyak ibu bekerja di Indonesia menghadapi dilema besar dalam mempertahankan praktik ini ketika kembali ke dunia kerja setelah cuti melahirkan.
Tantangan Nyata yang Dihadapi
Nyatanya, banyak ibu bekerja yang menghadapi berbagai tantangan, baik dari perusahaan maupun tidak adanya dukungan di rumah. Beberapa hal yang menjadi tantangan bagi ibu bekerja untuk menyusui secara eksklusif, yang juga berdasarkan pengalaman penulis, antara lain:
1. Waktu yang terbatas: rutinitas kerja membuat ibu sulit menemukan waktu memerah ASI secara ideal (seperti setiap 2–3 jam sekali).
2. Fasilitas di tempat kerja yang minim: belum semua kantor menyediakan ruang laktasi atau kebijakan fleksibel untuk ibu menyusui.
3. Stigma atau beban psikologis: beberapa ibu merasa tidak nyaman memerah di lingkungan kerja, atau merasa bersalah meninggalkan tugas kantor demi pumping.
Tips Menghadapi Tantangan
Baca Juga: Menciptakan Lingkungan Ramah Ibu Menyusui Sesuai Rekomendasi WHO