Parapuan.co - Selain kanker payudara dan serviks, kanker ovarium juga jadi jenis kanker yang akrab disebut sebagai silent killer bagi perempuan. Bukan tanpa alasan, hal ini dipicu karena gejala kanker ovarium yang samar dan sering kali menyerupai gangguan kesehatan umum seperti nyeri saat haid.
Bahkan sering kali jenis kanker ini baru terdeteksi saat memasuki stadium lanjut. Kondisi inilah yang membuat banyak perempuan baru menyadari keberadaan penyakit ini saat sudah memasuki stadium lanjut. Padahal, semakin dini kanker ovarium terdeteksi, semakin besar pula peluang pemulihan dan pengobatannya.
Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan onkologi, dr. Muhammad Yusuf Sp.OG (K) Onk, Indonesia masuk dalam 10 negara dengan jumlah kanker ovarium tertinggi. Bahkan terdapat 15.130 perempuan yang terserang kanker ovarium.
Maka dari itu, penting bagi perempuan untuk memahami gejalanya dan faktor risiko kanker ovarium. Lantas, apa saja faktor risiko kanker ovarium? Berikut PARAPUAN merangkum ulasan lengkapnya untuk kamu.
1. Menstruasi Dini dan Menopause Terlambat
Jika kamu mengalami menstruasi pertama di usia yang sangat muda atau menopause yang terjadi di usia cukup tua (terlambat), maka kamu sebaiknya lebih waspada. Kedua kondisi ini mengindikasikan bahwa tubuhmu mengalami lebih banyak siklus ovulasi selama masa hidup, yang mengarah pada paparan hormon estrogen dalam waktu yang lebih panjang.
Paparan hormonal yang tinggi dalam jangka waktu lama dapat memicu perubahan sel-sel abonormal di ovarium.
"Semakin lama seorang perempuan terpapar hormon estrogen, entah karena menstruasi lebih awal atau menopause terlambat, semakin tinggi risikonya terkena kanker ovarium," ujar dr. Yusuf dikutip dari laman Kompas.
Paparan estrogen yang terlalu panjang membuat ovarium terus mengalami aktivitas yang meningkatkan kemungkinan mutasi sel, terlebih jika tidak pernah istirahat karena kehamilan atau menyusui.
Baca Juga: Viral Bayi Kena Kanker Ovarium, Deteksi Dini Lewat Kampanye 10 Jari
2. Tidak Pernah Hamil
Perempuan yang tidak pernah hamil atau fase hamilnya jarang, juga lebih berisiko. Ini berkaitan dengan frekuensi ovulasi yang tidak pernah berhenti.
"Setiap ovulasi itu seperti luka kecil yang sembuh sendiri, tapi kalau terlalu sering bisa menimbulkan potensi kelainan sel," terangnya. Oleh karena itu, perempuan yang tidak pernah hamil dan menyusui cenderung memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker ovarium dibanding yang pernah hamil.
3. Riwayat Kanker dalam Keluarga
Riwayat genetik rupanya juga memiliki peran cukup besar terkait kanker ovarium. Perempuan dengan anggota keluarga yang pernah terkena kanker ovarium atau kanker payudara, terutama di usia muda, juga perlu waspada.
"Kalau ada ibu, nenek, atau saudara perempuan kandung yang pernah kena kanker maka risiko juga meningkat. Terutama kalau usianya muda," jelas dr. Yusuf.
4. Obesitas
Kelebihan berat badan atau obesitas bukan hanya memicu penyakit jantung dan diabetes, tetapi juga telah terbukti meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, termasuk kanker ovarium. Lemak tubuh berlebih dapat meningkatkan produksi estrogen, hormon yang berkaitan dengan perkembangan beberapa jenis kanker.
Baca Juga: Viral Bayi Kena Kanker Ovarium, Bagaimana Langkah Pengobatannya?
Maka dari itu, menjaga berat badan ideal melalui pola makan seimbang dan aktivitas fisik teratur menjadi langkah pencegahan yang sangat efektif.
5. Usia di Atas 50 Tahun
Meskipun bukan faktor yang bisa dikendalikan, usia tetap menjadi salah satu penentu utama dalam risiko kanker ovarium. Risiko ini meningkat secara signifikan setelah usia 50 tahun, terutama pada perempuan yang telah memasuki masa menopause.
Seiring bertambahnya usia, kualitas sel dan sistem kekebalan tubuh menurun, sehingga kemampuan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan sel abnormal juga ikut melemah. Oleh karena itu, perempuan di atas usia 50 tahun sebaiknya lebih rajin melakukan pemeriksaan ginekologis secara berkala.
(*)