Kurnianing Isololipu

Kepala Prodi Magister Administrasi Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Pemerhati Perempuan

Ibu yang Berbahagia, Mengasuh Anak dengan Benar

Kurnianing Isololipu Senin, 28 Juli 2025
Ibu yang Berbahagia, Mengasuh Anak dengan Benar.
Ibu yang Berbahagia, Mengasuh Anak dengan Benar. (Maria Kolberg/iStockphoto)

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Lalu, apakah kondisi seperti ini terus dibiarkan? Norma, nilai, doktrin yang salah tentang menjadi Ibu, apakah tetap perlu dipelihara? Jika Indonesia hendak memiliki generasi cerdas, tangguh dan berdaya saing tinggi untuk menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka, tentu perlu upaya mengubah kondisi itu.

Tidak dapat dipungkiri, pembentukan generasi dimulai dari keluarga, dengan peran Ibu yang kuat. Bahkan ada idiom yang mengatakan bahwa Ibu adalah tiangnya keluarga. Saat tiang itu rapuh, maka keluarga mungkin menjadi tak seimbang.

Tak perlu berharap pada lingkungan atau bahkan, masyarakat dan pemerintah, Ibu saja yang berusaha untuk belajar memahami dirinya, mengerti arti bahagia menurut dirinya. Lepas dari doktrin dan ajaran yang selama ini Ibu dapatkan. Hal ini, mungkin saja menakutkan bagi para Ibu, karena saat Ibu memahami arti bahagia untuk dirinya, Ibu dapat menjadi terlihat “berbeda”. Tentu, ketika menjadi berbeda, yang muncul di benak Ibu pertama kali adalah “penolakan” dari lingkungannya, baik itu keluarga, sosial maupun masyarakat dimana dirinya berada.

Rasa takut Ibu itu wajar, karena doktrin dan keyakinan yang sudah lama ditanam ini, dianggap sebagai sebuah kebenaran mutlak. Berproses saja secara perlahan. Lakukan saja hal-hal yang membuat Ibu bahagia secara jujur.

Tidak perlu yang mengeluarkan biaya, seperti pergi berlibur jauh. Bisa memasak sambil mendengarkan lagu dan menggoyangkan tubuh mengikuti irama musik. Minum teh hangat sembari duduk di halaman, memandangi pot-pot tanaman yang dirawat penuh cinta oleh Ibu. Tidur lebih lama di waktu akhir pekan. Bermain bersama anak untuk merawat anak batin Ibu juga. Tak ada yang salah dengan ini semua.

Ada banyak hal yang bisa Ibu lakukan, untuk mendapatkan arti bahagia menurut diri Ibu. Bukan menurut doktrin, keyakinan ataupun nilai yang sudah mengakar kuat di dalam masyarakat.

Carilah arti bahagia menurut dirimu, Ibu. Karena saat Ibu bahagia, sudah pasti Ibu mampu mengasuh anak dengan senang hati. Saat anak marah, anak tantrum, Ibu tetap dapat melihat anak dengan kacamata cinta yang murni. Ibu tak akan terpancing untuk marah, tidak juga akan mengeluarkan tindakan-tindakan yang berujung trauma pada anak.

Sebaliknya, dengan rasa cinta, Ibu menemani anak untuk menerima rasa marahnya, rasa takutnya. Pada akhirnya, anakpun merasa aman dalam tumbuh kembangnya. Selamat Hari Anak. Berilah hak anak dalam pengasuhan yang tepat dengan menjadikan diri Ibu bahagia terlebih dulu!

(*)

Baca Juga: Bagai Pisau Bermata Dua, Ini Pentingnya Peran Ibu Membimbing Anak di Era Digital