Parapuan.co - Kabar kurang menyenangkan datang dari penyanyi Nadin Amizah. Lewat unggahannya di Instagram, Nadin mengaku mendapatkan perlakuan tidak pantas setelah tampil di atas panggung.
Situasi tersebut membuat pelantun lagu "Bertaut" ini menangis dan meluapkan rasa kecewa dan amarahnya dari oknum penonton yang melakukan pelecehan fisik pada dirinya.
Kejadian ini berawal ketika seorang penonton menyentuh tubuhnya tanpa izin padahal pada saat itu pengamanan sudah diterapkan di lokasi. "Aku sangat kecewa dengan kalian," tulis keterangan Nadin Amizah.
"Dan kebiasaan sebagian dari kalian yang dorong-dorong, ngerubungin aku dan tim padahal udah dibarikadein sama tim keamanan tapi tetap chaos," lanjutnya. Ia juga mengaku marah lantaran kejadian pelecehan fisik ini kembali menimpanya.
"Malam ini terjadi lagi. Tubuh aku yang sangat aku jaga kesentuh orang, dan aku rasanya marah banget ke diri sendiri karena kok kejadian lagi ya. Feel so dirty in my own body," pungkasnya.
Diketahui kejadian pelecehan fisik dari oknum penonton ini buka kali pertamanya. Pada September 2023 lalu, Nadin juga pernah menjadi korban perlakukan tidak menyenangkan dari penonton.
Mengapa Pelecehan terhadap Perempuan Rentan Terjadi di Ruang Publik?
Berkaca dari apa yang dialami oleh Nadin Amizah muncul pertanyaan, mengapa pelecehan terhadap perempuan rentan terjadi di ruang publik? Rupanya, ada beberapa faktor yang memengaruhi situasi ini.
Pertama, salah satu alasan utama mengapa perempuan menjadi sasaran pelecehan di ruang publik adalah karena budaya patriarki yang masih mengakar kuat. Dalam sistem patriarki, perempuan sering dipandang sebagai makhluk yang lebih rendah dibanding laki-laki, baik dalam hal hak, suara, maupun kontrol atas tubuh mereka sendiri.
Baca Juga: 5 Langkah Psikologis agar Korban Pelecehan Seksual Tak Merasa Rendah Diri
Budaya ini menciptakan ruang yang membolehkan laki-laki merasa lebih berkuasa dan bebas melakukan tindakan yang merendahkan atau merugikan perempuan, termasuk saat berada di tempat umum.
Banyak masyarakat yang masih menempatkan perempuan sebagai objek, bukan subjek. Dalam tatanan sosial patriarkal, perempuan dianggap sebagai makhluk yang bisa diatur, dinilai dari penampilan, dan disalahkan atas tindakan orang lain.
Ketika seorang perempuan berjalan sendirian atau mengenakan pakaian tertentu, sering kali masyarakat justru menyalahkannya jika terjadi pelecehan. Ini adalah bentuk victim-blaming yang berbahaya dan memperparah ketimpangan gender.
Sementara merujuk dari laman Kompas.com, faktor kedua mengapa pelecehan pada perempuan terjadi di ruang publik adalah perilaku dan norma sosial. Hal ini mencakup kekerasan diterima secara budaya, perilaku kekerasan dianggap suatu yang lazim dan dapat diterima secara sosial, kurangnya respons dari penonton yang menyaksikan tindakan kekerasan.
Ketiga adalah sikap yang menormalisasikan pelecehan. Kata-kata seperti "cuma digodain" atau "itu kan biasa, tandanya cantik" menunjukkan bagaimana pelecehan sering dinormalisasi.
Banyak orang tidak sadar bahwa siulan, komentar tentang tubuh, atau menyentuh tanpa izin adalah bentuk pelecehan yang nyata. Ketika pelecehan dianggap hal biasa, maka pelaku merasa bebas melakukannya tanpa takut mendapat konsekuensi.
Pentingnya untuk Bersikap Aktif Melawan Pelecehan
Pelecehan terhadap perempuan di ruang publik bukan sekadar persoalan pribadi atau moral, tapi ini adalah masalah sosial yang mencerminkan ketimpangan struktur kekuasaan dan lemahnya sistem perlindungan terhadap kelompok rentan.
Ketika kamu memahami tentang seluk beluk pelecehan kamu bisa menjadi bagian dari perubahan baik sebagai individu yang lebih waspada, sebagai teman yang mendukung korban, atau sebagai warga yang menuntut sistem perlindungan yang lebih adil dan tegas.
Baca Juga: Patut Diapresiasi, KAI Pasang Himbauan tentang Bentuk Pelecehan Seksual di KRL
(*)