Tak dapat dimungkiri, budaya diet sering kali memperburuk citra tubuh dengan membagi makanan dan tubuh menjadi “baik” atau “buruk”. Equip Health menyoroti bahwa diet culture ini mendorong munculnya rasa malu terhadap tubuh, defisit nutrisi, dan meningkatkan risiko gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia (gangguan makan di mana pengidapnya punya keinginan mengonsumsi makanan dalam jumlah besar sekaligus).
Lebih lanjut, Medical News Today mencatat, "Budaya diet dapat berdampak negatif pada kesejahteraan seseorang, termasuk kesehatan mental yang buruk, citra tubuh yang negatif, dan gangguan makan."
Fakta Prevalensi Diet Ekstrem
Menurut Canadian Paediatric Society, perilaku diet yang tidak sehat pada remaja sering kali memicu gangguan makan dan penurunan harga diri. Meski tak selalu berakibat fatal, risiko negatif seperti binge eating atau obesitas justru meningkat dalam jangka panjang .
Laporan dari Ontario mengungkap bahwa 47,5% remaja perempuan merasa terdorong untuk menjadi lebih kurus, dan 42,6% mengubah pola makan demi mengelola berat badan—sedikitnya 4% melaporkan melakukan muntah untuk menurunkan berat.
Kembali ke Intuisi dan Kelompok Dukungan Positif
Lantas, bagaimana solusinya jika generasi muda mengesampingkan body positivity hingga melakukan diet ekstrem tanpa didampingi ahli atau melakukannya secara asal-asalan mengikuti tren? Simak informasinya merangkum berbagai sumber!
1. Edukasi nutrisi berbasis bukti
Anak muda perlu akses ke ahli gizi, bukan sekadar pendapat influencer. NIDDK (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases) merekomendasikan pola makan seimbang rendah gula, lemak jenuh, dan sodium.