- MINUSCA (Republik Afrika Tengah)
- MINUSMA (Mali)
- MONUSCO (Republik Demokratik Kongo)
- UNMISS (Sudan Selatan)
Baca Juga: 10 Agenda Penghapusan Kekerasan yang Diajukan Komnas Perempuan untuk DPR 2024-2029
Misi-misi ini bekerja melalui berbagai pendekatan, seperti:
1. Pemantauan dan pelaporan: Mendokumentasikan pola CRSV untuk dilaporkan kepada Dewan Keamanan, sehingga mendorong tindakan pencegahan dan penegakan hukum.
2. Perlindungan fisik: Mengidentifikasi daerah rawan kekerasan seksual dan mengerahkan pasukan untuk mencegah pelanggaran.
3. Negosiasi dengan pihak konflik: Berdialog dan mengembangkan rencana aksi bersama pihak bersenjata untuk menghentikan CRSV.
4. Peningkatan kapasitas lokal: Memberikan pelatihan dan bantuan teknis kepada otoritas dan organisasi sipil lokal.
5. Penegakan hukum: Mendukung investigasi dan proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual serta mempromosikan kerangka hukum nasional yang kuat.
6. Peningkatan kesadaran publik: Melalui kampanye media, pesan radio, dan kegiatan edukatif yang bertujuan mengubah norma sosial yang membiarkan CRSV dan menstigma penyintas.
Semua upaya ini dilakukan dengan koordinasi erat antar elemen sipil, militer, dan polisi, dari tingkat strategis hingga taktis.
Menghapus Impunitas, Menegakkan Keadilan
Baca Juga: Efisiensi Anggaran Tidak Mengurangi Daya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES/2331 (2016) menjadi tonggak penting karena mengakui keterkaitan antara kekerasan seksual, perdagangan manusia, ekstremisme kekerasan, dan kejahatan terorganisir lintas negara.
Resolusi ini menegaskan bahwa korban kekerasan seksual oleh kelompok teroris harus dianggap sebagai korban terorisme dan berhak atas pemulihan resmi.
PBB juga menekankan bahwa pelatihan mengenai CRSV harus menjadi bagian dari seluruh aspek misi perdamaian agar setiap personel memahami peran dan tanggung jawab mereka.
Menyalakan Cahaya di Tengah Luka
Peringatan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik bukan hanya soal mengenang tragedi, tetapi juga tentang komitmen untuk mencegah terulangnya kekejaman ini.
Dunia memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa penyintas mendapat dukungan, keadilan, dan kesempatan untuk memulihkan hidup mereka.
Dari trauma menuju pemulihan, dari ketakutan menuju kekuatan, dan dari keputusasaan menuju harapan — inilah perjalanan yang harus kita dukung bersama.
Dengan solidaritas global, kerja lintas sektor, dan kemauan politik yang kuat, kekerasan seksual dalam konflik bukan hanya bisa dikutuk, tapi benar-benar bisa diakhiri.
Baca Juga: Komnas Perempuan Dorong Penghapusan Kekerasan di Lingkup Pendidikan Dasar dan Menengah
(*)