Baca Juga: 5 Cara Cerdas agar AI Tidak Mengambil Alih Pekerjaanmu, Apa Saja?
Valerie Chapman menekankan pentingnya koneksi manusia yang tulus, terutama ketika dunia digital dibanjiri konten buatan AI. "Soft skill seperti bercerita, empati, dan komunikasi adalah inti dari bagaimana kita terhubung dengan teknologi,” jelasnya.
Hal ini sangat berharga, terutama bagi kelompok yang sebelumnya kurang terwakili, seperti perempuan. Namun, pengembangan soft skill masih sering dianggap pelengkap yang tidak wajib.
"Pelatihan soft skill sering dipandang sebagai bonus, bukan kewajiban," ungkap Sonali Karmarkar. Ia mendorong agar perusahaan memasukkan modul soft skill sebagai bagian dari pelatihan utama, agar pekerja siap berkolaborasi dan memimpin.
Eliana Goldstein menyebut bahwa perhatian perusahaan terhadap soft skill sangat bergantung pada pemimpinnya. "Kalau pemimpinnya peduli, itu akan menyebar ke seluruh organisasi. Kalau tidak, ya tidak akan berkembang," tukasnya.
Ia yakin investasi pada soft skill bukan hanya membuat perusahaan lebih sukses, tapi juga meningkatkan retensi karyawan.
Menumbuhkan Soft Skill di Dunia Serba Digital
Briana Henry sendiri merasa beruntung karena perusahaannya mendorong kepemilikan bersama dan kolaborasi, yang membuatnya berkembang dalam komunikasi dan kepemimpinan. “Menjadi co-owner membantu saya dalam kerja tim, pemecahan masalah, hingga pengambilan keputusan,” katanya.
Sementara itu, Valerie Chapman membangun soft skill-nya melalui kehadiran digital. “Saya mengembangkan soft skill dengan membagikan perjalanan saya di media sosial. Ini meningkatkan kepercayaan diri, keterampilan komunikasi, dan memperluas jaringan saya secara signifikan,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tanpa pelatihan yang tepat, AI justru bisa memicu rasa takut alih-alih memberdayakan pekerja.
Baca Juga: Prediksi Ahli Soal Kemajuan AI di Dunia Kerja, Bagaimana Peran Manusia Diganti?
Masa Depan Tetap Berpusat pada Manusia
Pesan dari Gen Z dan milenial jelas, bahwasanya meskipun AI mengubah lanskap teknis, kualitas manusiawi seperti empati, kepemimpinan, dan komunikasi tetap jadi kunci.
Sonali Karmarkar menyimpulkan dengan lugas, “Soft skill-lah yang membedakan kandidat. Mereka membuat teknologi bisa dimanfaatkan secara maksimal, menyelaraskan informasi ke visi jangka panjang, dan menyampaikannya secara efektif ke audiens yang dituju.”
Pada akhirnya, menguasai AI memang penting, tetapi sentuhan manusia tetap menjadi penentu utama kesuksesan karier.
(*)