Vasektomi Dianggap Ancaman Maskulinitas di Tengah Beban Kontrasepsi Perempuan

Saras Bening Sumunar - Jumat, 30 Mei 2025
Vasektomo masih dianggap tabu dan menjadi ancaman maskulinitas.
Vasektomo masih dianggap tabu dan menjadi ancaman maskulinitas. IstockPhoto

Masih Kentalnya Pandangan Patriarki

Pandangan patriarkal yang menempatkan laki-laki sebagai sosok dominan juga memperkuat ketakutan akan vasektomi. Laki-laki seolah harus tetap 'subur' untuk menunjukkan kejantanannya.

Bukan hanya itu, menurut penulis ketakutan akan kehilangan kendali atas tubuh mereka sendiri dan ketakutan akan dikucilkan oleh lingkungan sosial juga memperparah ketabuan terhadap vasektomi. Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat keputusan untuk mengendalikan jumlah anak seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya perempuan saja.

Dapat diartikan bahwa dalam konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok dominan dan pengambil keputusan utama, vasektomi pada akhirnya dianggap sebagai tindakan yang melemahkan posisi mereka sebagai pemimpin keluarga atau simbol kekuatan seksual, sehingga menjadi hal tabu dan dihindari.

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) dr. Keven Pratama Manas Tali, Sp.OG juga menjelaskan bahwa minat vasektomi di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dipicu karena mitos-mitos yang mengaitkan antara vasektomi dan penyebab penurunan gairah seksual laki-laki.

"Perlu diingat bahwa vasektomi tidak memengaruhi hormon pria, kemampuan ereksi, atau gairah seksual karena prosedur ini hanya memutus saluran sperma, bukan memengaruhi produksi testoreron," ujar dr. Keven dikutip dari Kompas.com.

Beban Perempuan dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi

Sementara itu, di sisi lain, perempuan selama puluhan tahun telah memikul beban utama dalam hal pengendalian kelahiran. Kontrasepsi hormonal seperti pil KB, suntik, implan, dan IUD (intrauterine device) banyak digunakan oleh perempuan dengan konsekuensi yang tidak ringan.

Baca Juga: Mitos dan Fakta Vasektomi, KB Pria yang Masuk Program Kemendukbangga

Merujuk dari laman NHSefek samping kontrasepsi hormonal dapat mencakup perubahan suasana hati yang ekstrem, migrain, penurunan libido, gangguan menstruasi, dan risiko jangka panjang terhadap kesehatan reproduksi.

Risiko jangka panjang yang dimaksud seperti peningkatan potensi terhadap penggumpalan darah, bahkan kanker tertentu.

Tidak jarang, perempuan juga mengalami tekanan sosial dan psikologis karena harus menanggung tanggung jawab penggunaan kontrasepsi demi menyesuaikan keinginan pasangan atau keluarga besar terkait jumlah anak.

Penulis menekankan bahwa ketimpangan ini secara jelas menunjukkan bahwa sistem patriarki telah menciptakan standar ganda dalam hal tanggung jawab reproduksi.

Ketika laki-laki memilih untuk tidak melakukan vasektomi karena alasan maskulinitas, perempuan justru seolah diwajibkan untuk terus berkompromi dengan kesehatan fisiknya demi menjalankan peran sebagai pengendali kehamilan.

Lebih ironisnya lagi, perempuan yang menolak menggunakan kontrasepsi kerap dianggap tidak bertanggung jawab, sementara laki-laki yang menolak vasektomi justru tidak mendapat stigma serupa.

Baca Juga: Kelebihan dan Risiko Vasektomi, Kontrasepsi Pria yang Bakal Dilakukan Anji Pasca Cerai

(*)