Parapuan.co - Di tengah maraknya kampanye perlindungan anak dan kesadaran publik tentang kekerasan seksual, muncul fenomena baru yang memprihatinkan di media sosial. Yaitu yang baru-baru ini viral di media sosial, grup Facebook bernama Fantasi Sedarah, di mana para anggotanya berbagi cerita, foto, informasi apapun tentang aktivitas seksualnya yang melenceng.
Di balik tampilan konten yang dianggap "hanya fantasi", tersembunyi realitas kelam yang membayangi generasi muda, bahwa incest bukan hanya fiksi, melainkan kekerasan nyata yang menorehkan luka psikis mendalam pada korban, khususnya anak-anak.
Incest Bukan Sekadar Fantasi, Tapi Kenyataan Tragis
Studi-studi mutakhir sebagaimana dirangkum PARAPUAN dari Psychiatric Times menunjukkan bahwa incest, khususnya antara ayah dan anak perempuan, bukanlah kejadian langka seperti yang dulu diasumsikan.
Di tahun 1975, data resmi mengklaim hanya 1 dari 1 juta keluarga di AS mengalami kasus ayah-anak perempuan. Namun, pada 1986, peneliti seperti Diana Russell melaporkan bahwa 1 dari 20 keluarga (dengan ayah kandung dan anak perempuan) dan 1 dari 7 keluarga (dengan ayah tiri) mengalami beberapa bentuk hubungan incest atau insesual.
Fakta ini diperkuat oleh kalangan feminis, psikiater, dan peneliti trauma yang menyuarakan bahwa mayoritas kasus kekerasan seksual pada anak dilakukan oleh orang terdekat atau anggota keluarga sendiri.
Sayangnya, seiring meningkatnya kesadaran, muncul pula gelombang penyangkalan—baik dari keluarga, masyarakat, bahkan profesional terapi—yang menganggap memori korban tidak valid atau hasil sugesti. Hal ini membuat pembahasan tentang incest cenderung dihindari, bahkan dalam dunia akademik sekalipun.
Media Sosial dan Fantasi Incest Jadi Ladang Bahaya Baru
Yang makin memperparah situasi adalah bagaimana media sosial dan budaya internet turut menyuburkan normalisasi fantasi incest. Banyak konten yang menyelubungi kekerasan dalam narasi "drama keluarga", "roleplay ayah-anak", hingga cerita dewasa yang secara implisit (atau terang-terangan) mengeksploitasi relasi kekeluargaan.
Baca Juga: 5 Hal Ini Bisa Memicu Konflik Antara Ayah dan Anak Perempuan Dewasa