Parapuan.co - Kasus pelecehan dan kekerasan seksual seakan tiada akhirnya, justru semakin menjadi-jadi. Bukan hanya menempatkan perempuan dan anak di bawah umur menjadi korban utamanya, pelecehan dan kekerasan juga bisa dialami laki-laki.
Sejak awal tahun 2025, sudah banyak kasus pelecehan seksual yang terkuak hingga viral di masyarakat. Misalnya, pelecehan seksual yang melibatkan Kapolres Ngada hingga oknum dokter di Jawa Barat.
Belum berhenti di situ, belakangan komika bernama Eky Priyagung mengaku pernah menjadi korban pelecehan seksual oleh guru mengajinya. Peristiwa yang terjadi tahun 2009 silam ini memberikan trauma luar biasa untuk Eky kecil, berusia 13 tahun.
Eky sendiri mengaku mengalami pelecehan seksual berulang kali termasuk di rumah pelaku. Eky yang saat itu masih menjadi santri taman pendidikan Al-Quran (TPA) diajak ke rumah pelaku saat istrinya tak ada di rumah.
Saat di lokasi, pelaku kemudian mengunci rumahnya. Bukan diminta belajar mengaji, Eky justru mengalami tindak pelecehan seksual, yakni membuka celana guru mengajinya. Eky menjelaskan bahwa "Setelah dibegitukan (dilecehkan), disuruh sumpah Al-Quran. Jika mengaku, menceritakan ke orang lain atau ada yang tahu saya akan celaka."
View this post on Instagram
Eky mengaku sudah menerima 40 aduan yang juga sebagai korban pelecehan seksual di lokasi serupa. Dari cerita korban lain, baik laki-laki maupun perempuan, pelaku pelecehan diduga mencapai 2 orang.
"Kalau total yang saya dengar lagi, yang sudah mengaku ke saya dan ke perantara jadi total ada 40-an. Bisa jadi lebih lagi (dari 40), bisa ratusan sebenarnya kalau terungkap semua," ungkap Eky.
Eky berharap kasus ini menjadi atensi kepolisian meski kejadiannya sudah lama. Eky khawatir peristiwa yang menimpanya terus terjadi jika tidak ada tindak lanjut.
Baca Juga: KemenPPPA Tegaskan Pesantren Harus Bebas dari Segala Tindak Kekerasan
"Sekarang saya perjuangkan speak up ini untuk keadilan korban yang lain. Ini bukan untuk saya tapi untuk semua anak-anak, tidak mau lagi saya dengar kabar anak lain jadi korban dari predator berkedok agama," imbuhnya.
KemenPPPA Turun Tangan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) turut mengawal dugaan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh seorang guru mengaji di Makassar, Sulawesi Selatan.
Arifah Fauzi selaku Menteri PPPA mengecam keras tindakan kekerasan seksual terhadap anak dan menegaskan komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan maksimal bagi korban.
"Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan serius yang meninggalkan luka mendalam bagi korban, keluarga, dan masyarakat. Negara tidak akan tinggal diam. Kami mengapresiasi keberanian para korban yang mulai bersuara dan akan memastikan mereka mendapatkan pendampingan hukum serta psikologis yang sesuai dengan kebutuhan," ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menjelaskan, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah cepat sejak informasi kasus ini beredar, seperti penggalian informasi dan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sulawesi Selatan dan UPTD PPA Makassar.
"Hingga saat ini, satu korban telah melapor secara resmi ke Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar, tetapi diduga masih banyak korban lainnya yang belum teridentifikasi, mengingat kejadian ini diduga telah berlangsung sejak 2024. Pada 29 April 2025 malam, terduga pelaku telah diamankan oleh pihak kepolisian," tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengatakan, kasus ini menunjukkan indikasi kuat pelanggaran terhadap perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terutama terkait kejahatan seksual terhadap anak.
Baca Juga: KemenPPPA Kawal Kasus Kekerasan Seksual di RSHS dan Pastikan Pemulihan Korban
Tindakan pelaku dapat dikenakan pasal-pasal terkait kekerasan seksual, eksploitasi anak, serta penggunaan relasi kuasa dalam melakukan tindak pidana.
"KemenPPPA mendorong agar proses hukum dilakukan secara adil, transparan, dan berpihak pada korban, serta mendukung aparat penegak hukum agar menggunakan pendekatan yang sensitif terhadap korban anak dalam setiap tahap pemeriksaan," ujar Menteri PPPA.
Menurut Menteri PPPA, dari sisi psikologis, kekerasan seksual terhadap anak memiliki dampak jangka panjang seperti trauma, kecemasan, depresi, hingga ketakutan berinteraksi sosial sehingga dibutuhkan penanganan yang sesuai.
Oleh karena itu, KemenPPPA akan memastikan pendampingan psikologis dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya untuk korban, tetapi juga bagi keluarga agar proses pemulihan berjalan optimal.
"Pendampingan psikologi sangat diperlukan untuk pemulihan kondisi mental anak korban dan memberikan penanganan sesuai kebutuhan anak. Melihat jangka waktu kekerasan yang sudah lama, perlu dilakukan tracing kepada para korban yang belum terdata dan membutuhkan pendampingan," kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak.
Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129.
"KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Sulawesi Selatan dan UPTD PPA Kota Makassar untuk memastikan intervensi lanjutan, pendampingan hukum, dan pendampingan psikologis kepada korban," tutup Menteri PPPA.
(*)