Menyambut Baik Rencana Haji Ramah Perempuan, Pahami Benefitnya

Arintha Widya - Rabu, 30 April 2025
Menyambut baik rencana penyelenggaraan ibadah haji yang lebih ramah perempuan.
Menyambut baik rencana penyelenggaraan ibadah haji yang lebih ramah perempuan. iStockphoto

Parapuan.co - Rencana Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) untuk menerapkan konsep haji ramah perempuan mulai tahun depan patut disambut dengan optimisme dan dukungan penuh. Kebijakan ini muncul sebagai respons atas meningkatnya jumlah calon jemaah haji perempuan dalam beberapa tahun terakhir, terutama yang berstatus ibu rumah tangga.

Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), jumlah jemaah haji perempuan yang berstatus ibu rumah tangga mencapai 57.000 orang. Angka ini bukan jumlah kecil dan mencerminkan dominasi partisipasi perempuan dalam pelaksanaan ibadah haji Indonesia.  Maka, sudah sepantasnya pelayanan haji dirancang agar semakin inklusif dan peka terhadap kebutuhan spesifik mereka.

"Ini menjadi concern kami di Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), agar pelaksanaan haji 2026 menjadi haji yang ramah perempuan, bukan cuma ramah lansia yang selama ini," kata Wakil Kepala BP Haji Dahnil Anzar Simanjuntak dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025) seperti dikutip dari Kompas.com.

Pernyataan ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa pelayanan haji selama ini lebih banyak berfokus pada kebutuhan lansia, dan perempuan—meskipun jumlahnya signifikan—belum mendapat perhatian khusus serupa yang memadai.

Oleh sebab itu, penulis sepenuhnya setuju bahwa sudah waktunya penyelenggaraan haji tidak lagi menggunakan pendekatan one size fits all. Kebutuhan perempuan, baik dari sisi bimbingan ibadah maupun kenyamanan fisik dan emosional, berbeda dari laki-laki dan harus dipertimbangkan secara serius.

Dahnil juga mengungkapkan, sejauh ini BP Haji belum memiliki perencanaan matang terkait haji afirmasi terhadap perempuan. "Terus terang, jumlah jemaah haji kita itu lebih besar jumlah perempuan. Agaknya perlu mulai dipikirkan pada periode-periode penyelenggaraan haji berikutnya itu adalah petugas, khususnya pembimbing ibadah perempuan," ucapnya.

Keterbukaan pihak BP Haji terhadap fakta ini menunjukkan adanya komitmen untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Menurut saya, kehadiran lebih banyak pembimbing ibadah perempuan adalah kebutuhan mendesak, bukan sekadar tambahan opsional.

Selama ini, dominasi petugas laki-laki dalam bimbingan ibadah seringkali membuat jemaah perempuan merasa canggung atau kurang leluasa. Misalnya dalam hal konsultasi masalah fikih perempuan, pengaturan tempat tinggal, hingga kebutuhan medis dan psikologis yang lebih sensitif.

Kehadiran pembimbing perempuan yang memahami dinamika jemaah sesama perempuan akan memperbaiki kualitas pelayanan secara menyeluruh. BP Haji juga berencana merekrut lebih banyak pembimbing ibadah haji perempuan, menyesuaikan pada karakteristik jemaah yang berangkat di tahun berjalan.

Baca Juga: 4 Cara Menjaga Kesehehatan Mental selama Menjalankan Ibadah Haji

"Supaya kemudian mereka mendapat asistensi yang lebih. Tidak dibimbing oleh pembimbing agama atau pembimbing ibadah yang laki-laki. Dan mereka akan lebih nyaman apabila pembimbing itu adalah perempuan," jelas Dahnil.

Pernyataan ini menurut saya sangat tepat. Prinsip kenyamanan dan keamanan dalam ibadah tidak boleh diabaikan, apalagi dalam konteks perjalanan jauh seperti haji yang memakan waktu lama dan fisik yang terkuras.

Selain aspek bimbingan ibadah, penulis merasa penting juga jika konsep haji ramah perempuan meliputi aspek logistik dan fasilitas. Misalnya, akses toilet perempuan yang memadai, pengaturan kamar tidur yang lebih privat dan aman, serta layanan medis yang memperhatikan kesehatan reproduksi dan kebutuhan khusus perempuan.

Lebih dari itu, adanya petugas perempuan yang cukup banyak bisa mendorong atmosfer pemberdayaan di kalangan jemaah. Mereka tidak hanya menjadi penerima layanan, tetapi juga bisa lebih aktif dan percaya diri dalam menjalani rangkaian ibadah, tanpa rasa sungkan atau ketidaknyamanan.

Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa konsep ini tidak terlalu urgen, karena haji adalah ibadah kolektif yang berlaku sama bagi semua orang. Namun penulis meyakini, prinsip kesetaraan gender tidak bertentangan dengan ajaran agama—justru memperkaya pengalaman spiritual dan sosial para jemaah.

Rasulullah SAW sendiri selalu menunjukkan keteladanan dalam memperhatikan kebutuhan perempuan dalam pelaksanaan ibadah, termasuk dalam perjalanan ibadah yang berat. Dengan demikian, konsep haji ramah perempuan selaras dengan spirit Islam yang menjunjung tinggi keadilan dan kenyamanan umatnya.

Sebagai negara dengan jemaah haji terbesar di dunia, Indonesia selayaknya menjadi pelopor dalam penerapan standar pelayanan haji yang sensitif gender. Langkah BP Haji ini bukan hanya memenuhi kebutuhan teknis, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap martabat dan hak perempuan Muslim.

Tentu, implementasi konsep ini tidak akan lepas dari tantangan. Namun dengan perencanaan matang dan pelibatan perempuan dalam perumusan kebijakan, saya optimis Indonesia mampu mewujudkan pelaksanaan haji yang benar-benar inklusif, nyaman, dan memberdayakan.

Oleh sebab itu, saya mendorong semua pihak, baik pemerintah, DPR, maupun masyarakat, untuk mendukung penuh rencana ini. Haji ramah perempuan adalah cerminan kemajuan berpikir dan penghormatan terhadap seluruh umat Islam tanpa memandang gender.

Baca Juga: Perdokhi Bagikan Tips agar Tetap Sehat Selama Menjalankan Ibadah Haji

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya