Parapuan.co - Rencana Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) untuk menerapkan konsep haji ramah perempuan mulai tahun depan patut disambut dengan optimisme dan dukungan penuh. Kebijakan ini muncul sebagai respons atas meningkatnya jumlah calon jemaah haji perempuan dalam beberapa tahun terakhir, terutama yang berstatus ibu rumah tangga.
Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), jumlah jemaah haji perempuan yang berstatus ibu rumah tangga mencapai 57.000 orang. Angka ini bukan jumlah kecil dan mencerminkan dominasi partisipasi perempuan dalam pelaksanaan ibadah haji Indonesia. Maka, sudah sepantasnya pelayanan haji dirancang agar semakin inklusif dan peka terhadap kebutuhan spesifik mereka.
"Ini menjadi concern kami di Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), agar pelaksanaan haji 2026 menjadi haji yang ramah perempuan, bukan cuma ramah lansia yang selama ini," kata Wakil Kepala BP Haji Dahnil Anzar Simanjuntak dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025) seperti dikutip dari Kompas.com.
Pernyataan ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa pelayanan haji selama ini lebih banyak berfokus pada kebutuhan lansia, dan perempuan—meskipun jumlahnya signifikan—belum mendapat perhatian khusus serupa yang memadai.
Oleh sebab itu, penulis sepenuhnya setuju bahwa sudah waktunya penyelenggaraan haji tidak lagi menggunakan pendekatan one size fits all. Kebutuhan perempuan, baik dari sisi bimbingan ibadah maupun kenyamanan fisik dan emosional, berbeda dari laki-laki dan harus dipertimbangkan secara serius.
Dahnil juga mengungkapkan, sejauh ini BP Haji belum memiliki perencanaan matang terkait haji afirmasi terhadap perempuan. "Terus terang, jumlah jemaah haji kita itu lebih besar jumlah perempuan. Agaknya perlu mulai dipikirkan pada periode-periode penyelenggaraan haji berikutnya itu adalah petugas, khususnya pembimbing ibadah perempuan," ucapnya.
Keterbukaan pihak BP Haji terhadap fakta ini menunjukkan adanya komitmen untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Menurut saya, kehadiran lebih banyak pembimbing ibadah perempuan adalah kebutuhan mendesak, bukan sekadar tambahan opsional.
Selama ini, dominasi petugas laki-laki dalam bimbingan ibadah seringkali membuat jemaah perempuan merasa canggung atau kurang leluasa. Misalnya dalam hal konsultasi masalah fikih perempuan, pengaturan tempat tinggal, hingga kebutuhan medis dan psikologis yang lebih sensitif.
Kehadiran pembimbing perempuan yang memahami dinamika jemaah sesama perempuan akan memperbaiki kualitas pelayanan secara menyeluruh. BP Haji juga berencana merekrut lebih banyak pembimbing ibadah haji perempuan, menyesuaikan pada karakteristik jemaah yang berangkat di tahun berjalan.
Baca Juga: 4 Cara Menjaga Kesehehatan Mental selama Menjalankan Ibadah Haji