Jarang Disorot, Bagaimana Nasib Generasi X di Tengah Persaingan Kerja Milenial dan Z?

Arintha Widya - Rabu, 30 April 2025
Nasib karier generasi X di tengah persaingan milenial dan Z di dunia kerja.
Nasib karier generasi X di tengah persaingan milenial dan Z di dunia kerja. denis_pc

Parapuan.co - Belakangan ini, perbincangan soal karier bisa dibilang hanya berfokus pada dua generasi, yaitu Milenial dan Gen Z. Persaingan di dunia kerja juga dipenuhi kandidat dari dua generasi berbeda ini.

Di tengah hiruk pikuk itu, Generasi X yang lahir antara pertengahan 1960-an hingga awal 1980-an, kerap tersisih dari sorotan. Namun apakah benar mereka sudah "habis", tidak ikut bersaing di dunia kerja? Atau justru sedang menikmati fase karier paling dinamis?

Dalam laporan terbaru dari The New York Times yang dikutip dari Your Tango, narasi yang dibangun seolah menunjukkan Generasi X sebagai kelompok yang "sudah diberhentikan diam-diam oleh budaya — usang secara kreatif, dibuang secara profesional, dan kini hanya terombang-ambing antara kebingungan dan kepunahan".

Namun, seperti dikatakan dalam artikel The New York Times sendiri, ada pernyataan berbunyi: "Kami belum punah. Kami masih bekerja. Kami beradaptasi. Dan beberapa dari kami bahkan lebih sukses dari sebelumnya."

Bukan Karier Menurun, Tapi Karier Bertransformasi

Salah satu narasumber dalam artikel tersebut menggambarkan betapa mengejutkannya perubahan industri yang cepat. "Keterampilan yang kamu bangun, keahlian yang kamu asah — semua itu hilang begitu saja. Mengejutkan."

Pernyataan ini mengungkap realita pahit yang dialami sebagian Gen X, terutama mereka yang tumbuh besar dalam industri media, musik, dan percetakan yang kini banyak mengalami disrupsi.

Namun, banyak pula yang memilih jalan baru — bukan dengan mengulang karier masa lalu, tapi menggabungkannya. Taylor Lorenz, misalnya, berada di perbatasan antara Gen X dan Milenial, tapi berhasil membangun platform media User Mag yang berfokus pada komunitas digital melalui Substack.

Ada pula Boots Riley, yang beralih dari rapper revolusioner menjadi sutradara satir yang mengguncang industri dengan cerita-cerita tak biasa. Mike Mills melompat dari desain grafis ke film indie, sementara Christina Strain membawa keterampilannya sebagai pewarna komik ke dunia penulisan naskah TV untuk serial populer seperti Shadow and Bone.

Baca Juga: 3 Ciri Bisnis Keluarga, Termasuk Diteruskan ke Generasi Berikutnya

Dibentuk oleh Disrupsi

Generasi X adalah generasi pertama yang menyaksikan kehancuran industri musik, penurunan media cetak, dan ledakan internet. Mereka disebut sebagai beta tester dari dunia yang berubah total.

Mereka tak hanya bertahan; mereka membentuk ulang cara bekerja dan berkarya. Seperti yang dikatakan seorang kreator, "Sekarang, kamu tidak bisa lagi hanya hebat dalam satu hal untuk bisa bertahan." Dan Gen X sangat memahami itu.

Mereka masuk dunia kerja saat konsep keberagaman mulai diperhitungkan, ketika kebijakan EEO dan aksi afirmatif mulai membentuk ulang proses rekrutmen. Mereka belajar menyikapi perbedaan dan mendorong inklusi, bahkan sebelum banyak perusahaan menyebutnya sebagai nilai inti.

Sebuah studi Pew Research Center 2023 menunjukkan bahwa pekerja Gen X lebih cenderung untuk melihat keberagaman ras dan etnis sebagai kekuatan dibandingkan Boomer, dan sering kali lebih menghargai keberagaman pengalaman hidup dibanding Milenial.

Mengedepankan Kolaborasi, Bukan Kompetisi

Salah satu hal yang sering diabaikan dalam narasi lintas generasi adalah potensi kolaborasi. Artikel yang sama di The New York Times menekankan, "Kita tidak perlu bersaing dengan generasi berikutnya. Kita perlu berkolaborasi."

Gen Z dan Milenial membawa energi serta teknologi baru, sementara Gen X membawa konteks, kebijaksanaan, dan ingatan institusional. Ini bukan soal siapa yang lebih unggul, tapi justru sinergi antar generasi itulah yang memperkuat dunia kerja.

Yang Usang Bukan Generasi, Tapi Sistemnya

Baca Juga: Tingkatkan Kualitas Generasi Penerus, Ini Pentingnya Pendidikan Inklusif dan Numerasi

Seiring waktu, yang sebenarnya ketinggalan zaman bukanlah individu, melainkan sistem yang menolak beradaptasi. Seperti dikatakan oleh futuris Heather E. McGowan, "Masa depan pekerjaan adalah tentang pembelajaran."

Mereka yang mampu beradaptasi, bekerja sama, serta menata ulang makna dari nilai profesionalnya akan bertahan dan berkembang. Psikolog Carol Dweck dan Mary Murphy juga membuktikan bahwa perusahaan dengan growth mindset lebih mungkin menarik talenta beragam dan menciptakan ide-ide berani.

"Sistem yang masih bertahan dengan definisi sempit tentang kesuksesanlah yang mulai tertinggal, bukan orang-orang yang terus berkembang di dalamnya," ungkap Carol Dweck.

Tidak Pernah Menghilang, Hanya Fokus

Mitos bahwa Gen X "tidak terlihat" sering kali berasal dari kesalahpahaman. Dalam artikel disebutkan, "Ketidakterlihatan yang dikaitkan dengan kami sering kali hanyalah bentuk dari fokus."

Mereka bukan tidak aktif; mereka sibuk membangun, membimbing, dan mengelola. Mantan editor kini mungkin menjadi pemimpin desain UX. Mantan eksekutif iklan barangkali sudah membuka organisasi nirlaba. Mantan jurnalis kini bisa jadi sedang merancang komunikasi strategis di perusahaan besar.

Gen X tidak sedang mengalami kejatuhan karier. Mereka sedang menjalani remix karier yang penuh warna dan makna.

Daripada dianggap sebagai generasi yang "dilupakan", Gen X patut dilihat sebagai generasi yang memimpin secara senyap, membangun kembali dari puing-puing industri lama, dan menciptakan jalan baru tanpa perlu menunggu validasi budaya.

Kawan Puan mungkin sedang bekerja di bawah arahan generasi X sekarang.

Baca Juga: Benarkah Milenial Jadi Generasi Paling Cerdas Tapi Bergaji Terendah Sepanjang Sejarah?

(*)

Sumber: YourTango
Penulis:
Editor: Arintha Widya