Parapuan.co - Sebagai perempuan, sering kali dihadapkan pada ekspektasi untuk menjadi pasangan yang pengertian, penyayang, dan mampu mengelola dinamika rumah tangga dengan baik. Namun, kenyataannya, membina komunikasi yang sehat dengan pasangan bukanlah hal yang selalu mudah.
Bahkan dalam pernikahan yang terlihat harmonis, miskomunikasi bisa menjadi akar dari rasa lelah emosional, pertengkaran, atau bahkan jarak emosional yang tak terasa semakin terasa renggang dari waktu ke waktu.
Pernahkah kamu merasa sudah berusaha menyampaikan sesuatu dengan jelas, tapi justru disalahartikan? Atau kamu memilih diam karena setiap percakapan serius berakhir dengan defensif atau konflik? Ternyata hal ini banyak dirasakan oleh perempuan, dan kabar baiknya hal tersebut bisa diubah.
Mengutip dari CNA Lifestyle, ada cara-cara nyata untuk membangun kembali ruang komunikasi yang aman, jujur, dan penuh cinta. Simak caranya, karena Kawan Puan berhak atas hubungan yang saling memahami dan menghargai.
Dengarkan dengan empati untuk memahami
Ketika pasangan bercerita tentang pekerjaannya atau mengeluh soal sesuatu, cobalah untuk benar-benar hadir. Artinya, berhenti sejenak dari gawai, pekerjaan rumah, atau pikiran lain, dan dengarkan dengan niat untuk memahami, bukan untuk segera memberi solusi.
Dengarkan isi kalimatnya, perhatikan nada suaranya, bahkan bahasa tubuhnya. Jika kamu terbiasa merespons dengan cepat, sekarang saatnya menunda dulu jawaban dan berkata, “Kedengarannya kamu lelah banget, ya. Ceritain lagi, yuk.” Kalimat sederhana ini bisa membuatnya merasa dimengerti tanpa dihakimi.
Gunakan bahasa yang menyentuh, bukan menyudutkan
Sering kali, ketika perempuan merasa kesal atau kecewa, akan terpancing menyalahkan, dan mengatakan hal yang menyudutkan seperti, “Kamu tuh selalu cuek!” atau “Kenapa sih kamu enggak ngerti-ngerti juga?” Kata-kata seperti ini, meskipun wajar muncul saat emosi, akan tetapi cenderung membuat pasangan menjadi defensif.
Baca Juga: Bukan Hanya Hubungan Intim, Ini 5 Bentuk Love Language Physical Touch
Daripada begitu, gunakan kalimat yang berfokus pada perasaan dan pengalamanmu. Misalnya, “Aku sedih waktu kamu enggak dengerin aku cerita soal kantor tadi.” Kalimat ini lebih membuka ruang dialog, bukan perdebatan. Perempuan sering diasosiasikan dengan perasaan, dan justru itu kekuatan yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Luangkan waktu untuk bicara dari hati ke hati
Hubungan yang sehat tidak cukup hanya dengan komunikasi praktis sehari-hari. Sesekali, kamu dan pasangan butuh waktu tenang untuk bicara tanpa distraksi anak, TV, atau ponsel. Tidak harus lama, bahkan hanya 15 menit sebelum tidur bisa jadi momen intim untuk saling bertukar cerita.
Tanyakan hal-hal kecil tapi penting: “Hari ini kamu senang enggak?”, “Ada yang kamu pikirin akhir-akhir ini?” Waktu khusus seperti ini menunjukkan bahwa kamu peduli pada isi pikirannya, bukan hanya tugas atau rutinitasnya.
Komunikasikan kebutuhan secara langsung dan jelas
Perempuan sering berharap pasangan untuk mengerti sendiri apa yang kita butuhkan. Tapi kenyataannya, banyak laki-laki tidak peka terhadap sinyal halus. Jadi, daripada menunggu dan kecewa, lebih baik katakan secara langsung.
Misalnya, alih-alih berkata, “Kamu enggak perhatian,” cobalah katakan ini, “Aku lagi butuh pelukan atau ditemani aja malam ini.” Komunikasi yang jelas bukan berarti kamu menuntut, tetapi menunjukkan bahwa kamu mengenal dan menghargai dirimu sendiri.
Perhatikan nada suara dan bahasa tubuh
Baca Juga: Perempuan Berdaya Disebut Bisa Jalin Hubungan Romantis yang Lebih 'Sehat', Kenapa?
Cara kamu menyampaikan sesuatu sering lebih penting daripada isi pesannya. Nada tinggi, gestur terburu-buru, atau wajah tidak ramah bisa membuat pasangan merasa diserang, padahal kamu hanya ingin didengar.
Perhatikan bagaimana kamu menyapa, menatap, bahkan menyentuh pasangan saat berbicara. Sering kali, kelembutan dalam gestur lebih mampu menurunkan tensi dibanding seribu kata. Dalam hal ini, perempuan sangat mampu melakukannya secara alami, tinggal diasah kembali.
Tunjukkan kesabaran, kompromi, dan apresiasi
Dalam hubungan, tak ada yang selalu sesuai keinginan. Ada kalanya kamu harus mengalah, memaklumi, atau menunda ekspresi emosi untuk kebaikan bersama. Namun kompromi itu tidak berarti mengorbankan diri, melainkan seni menyeimbangkan kebutuhan dua pihak.
Di sisi lain, jangan lupa mengapresiasi hal-hal kecil. Mengucapkan terima kasih karena suami mencuci piring atau membelikan kopi favoritmu bisa jadi penguat emosional yang besar. Hal-hal kecil itulah yang membuat hubungan tetap hidup, meski di tengah tekanan hidup sehari-hari.
Pertimbangkan bantuan profesional bila diperlukan
Jika kamu merasa sudah mencoba berulang kali tapi komunikasi tetap buntu, tidak ada salahnya mencari bantuan konselor pernikahan. Bukan berarti rumah tanggamu gagal, justru itu bentuk keberanian dan komitmen untuk memperbaiki.
Banyak pasangan takut merasa diadili saat konseling, padahal sesi itu adalah tempat aman untuk belajar mendengar dan didengar. Terutama bagi perempuan, yang kerap menyimpan luka dalam diam, konseling bisa menjadi ruang penyembuhan.
Komunikasi yang baik bukan hanya membuat rumah tangga terasa damai, tapi juga membantu perempuan merasa utuh dan berdaya dalam hubungan. Karena di balik semua peran yang dijalani, kamu tetap manusia yang butuh dimengerti dan didukung.
Pernikahan yang sehat tidak lahir dari pasangan sempurna, tapi dari dua orang yang mau terus belajar memahami. Dan kamu, sebagai perempuan, punya kekuatan luar biasa untuk memulainya, lewat satu kalimat yang tulus, satu pelukan hangat, dan satu telinga yang benar-benar mendengarkan.
Baca Juga: Tips Komunikasi untuk Pasangan LDR agar Hubungan Tetap Kuat dan Harmonis
(*)
Celine Night