Parapuan.co - Bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyelenggarakan diskusi daring.
Diskusi dalam rangka Hari Pahlawan tersebut mengangkat topik "Mengenal Kiprah Perempuan dengan Beragam Kisah Kepahlawanan".
Adapun kisah kepahlawanan yang diangkat pada Jumat, (10/11/2023) di Hari Pahlawan ini, Komnas Perempuan juga tengah merancang upaya mengusulkan nama-nama tersebut menjadi pahlawan nasional.
Beberapa nama yang disebutkan dan diungkap kisah perjuangannya dalam acara diskusi Komnas Perempuan antara lain seperti dirangkum PARAPUAN berikut ini!
1. KRA Trisutji Djuliati Kamal
Trisutji Djuliati Kamal atau yang dikenal dengan Trisutji Kamal merupakan sosok perempuan yang layak dianggap pahlawan pada zamannya.
Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti menjelaskan, tokoh yang lahir pada 28 November 1936 tersebut berkontribusi dalam merekam jejak sejarah bangsa lewat syair dan not balok.
Trisutji merupakan perempuan Indonesia pertama yang belajar komposisi musik di Eropa.
Baca Juga: Rohana Kudus: Pendiri Media Perempuan Pertama Indonesia yang Jadi Pahlawan Nasional!
Pada 1982, ia mendapatkan penghargaan sebagai Penata Musik Terbaik di FFI (Festival Film Indonesia).
Pada 2010, Trisutji meraih Bintang Budaya Parama Dharma. Trisutji di 2012 mendapatkan penghargaan Anugerah Yayasan Pendidikan Musik.
Ia juga tercatat sudah menciptakan lebih dari 200 karya komposisi untuk piano yang terhimpun dalam 10 CD audio berjudul Complete Piano Works Series.
2. Boru Lopian atau Putri Lopian
Putri Lopian atau dikenal dengan nama Boru Lopian adalah anak ketiga dari Raja Sisingamangaraja XII.
Boru Lopian ikut berperang saat masih sangat muda, yaitu 17 tahun, dan ikut berjuang bersama ayahnya melawan Belanda.
Pada 17 Juni 1907, yang mana dianggap sangat bersejarah bagi orang Batak, Boru Lopian meninggal dunia.
Ia disebut meninggal dipelukan sang ayah lantaran terkena peluru yang ditembakkan tentara Belanda.
Baca Juga: Kisah Cut Meutia, Pahlawan Perempuan yang Ahli Strategi Perang
Tak lama setelahnya di hari yang sama, Sisingamangaraja XII juga meninggal dunia lantaran diburu serdadu Belanda.
Siti Soendari adalah adik bungsu Bung Tomo yang lahir di Nganjuk, Jawa Timur pada 9 April 1906.
Ia seorang sarjana hukum dan menjadi salah satu dari dua perempuan pertama Indonesia yang menempuh pendidikan di sekolah Belanda pada masa Kolonial.
Siti Soendari dianggap sebagai pahlawan perempuan lantaran terlibat secara aktif dalam Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Ia menyuarakan pentingnya menanamkan rasa cinta pada Tanah Air sejak usia dini bagi laki-laki maupun perempuan.
Siti Soendari bergabung dengan Persaturan Wanita Republik Indonesia (Perwari), serta menjadi Direktur Bank Nasional Malang.
Baca Juga: Kisah Cut Nyak Dhien, Perempuan Bangsawan yang Turun ke Medan Perang
Sosok Poernomowoelan dikenal sebagai seorang guru dan perwakilan pemuda dari Taman Siswa di Kongres Pemuda II.
Ia aktif dalam organisasi Jong Java Bond dan hadir di rapat kedua Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 di gedung Oost-Java Bioscoop.
Dalam kongres tersebut, Poernomowoelan menyuarakan tentang pentingnya pendidikan untuk pribumi, teruatama anak-anak.
Berikutnya yaitu sosok Emma Poeradierdja yang juga aktif dalam organisasi kepemudaan dan terlibat dalam Kongres Pemuda II.
Emma merupakan anggota Jong Java dan Jong Islamieten Bond, di mana ia menjadi ketua cabang di Bandung pada 1925.
Selain organisasi kepemudaan, ia juga aktif dalam organisasi perjuangan kemerdekaan Indonesia serta gerakan kesetaraan perempuan.
Emma pernah mendapatkan penghargaan dari Presiden Soeharto berupa Piagam Tanda Penghormatan Bintang Mahaputra Pertama IV pada 1975.
Perempuan yang meninggal dunia pada 16 April 1976 itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
Itulah tadi kisah singkat para perempuan yang layak meraih gelar pahlawan nasional. Bagaimana menurut Kawan Puan?
Baca Juga: Hari Kowal, Mengenal Malahayati Si Laksmana Laut Perempuan Pertama
(*)