Anneila Firza Kadriyanti

Pengamat komunikasi politik gender; founder dan pegiat literasi digital Mari Melek Media; feminist blogger.

Toxic Masculinity Jelang Pemilu 2024, Awas Gagal Paham dan Salah Pilih

Anneila Firza Kadriyanti Minggu, 24 September 2023
Ilustrasi toxic masculinity jelang Pemilu 2024. Kurangnya sosok pemimpin atau politisi perempuan, siapa yang bela kepentingannya kita?
Ilustrasi toxic masculinity jelang Pemilu 2024. Kurangnya sosok pemimpin atau politisi perempuan, siapa yang bela kepentingannya kita? smartboy10

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Kolaborasi antara political will dari partai-partai politik dan dukungan publikasi dari pemberitaan-pemberitaan media akan mampu mendongkrak popularitas dan elektabilitas kandidat politik manapun, tak terkecuali perempuan.

Siapa pun tak akan pernah menyangka bahwa pada Pemilu 2014 silam, sosok yang sangat tidak presidential look dan tidak punya back up mumpuni di panggung politik nasional, pada akhirnya bisa menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama dua periode (2014-2019 dan 2019-2024).

Faktor kemenangan Joko Widodo (Jokowi) kala itu salah satunya adalah keberhasilannya membuat personal branding yang mengasosiasikan dirinya seperti kalangan rakyat kebanyakan.

Didukung dengan eksposur pemberitaan media yang berlimpah, menjadikan sosoknya kala itu, sebagai media darling.

Pamornya langsung melejit dan mendapat dukungan dari beragam pihak, sehingga berhasil menjadi presiden.

Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk mempromosikan perempuan sebagai figur potensial untuk menjadi pemimpin politik di panggung nasional.

Negeri ini tak kekurangan sosok-sosok perempuan hebat yang bahkan prestasinya dan kapabilitas memimpinnya melampaui sosok-sosok politisi pria yang sedang digaungkan menduduki kursi RI 1 dan RI 2 saat ini.

Sayangnya figur perempuan-perempuan hebat tersebut dihalang oleh kuasa patriarki yang berusaha untuk memandang kehebatan perempuan sebelah mata dengan tidak memberikan panggung yang memadai bagi perempuan-perempuan tersebut untuk lebih terekspos.

Baca Juga: Harapan untuk Indonesia Mengusung Capres dan Cawapres Perempuan

Partai politik sebagai institusi utama yang memiliki otoritas untuk mencalonkan dan mempromosikan kandidatnya, tidak pernah memiliki niat serius dalam pengkaderan politisi perempuan.